Saturday, 4 January 2014

PENGAJIAN SUFI TERBARU 2014 MUROQOBAH




Oleh : RKH. Fakhrillah Aschal
 (PENGASUH PP SYAICHONA CHOLIL BANGKALAN MADURA)
MURAQABAH


Dikisahkan dalam Kitab Risalatul Qusyairiyah, ada seorang Syekh yang ingin menguji murid-muridnya. Sang Syekh kemudian mengumpulkan murid-muridnya, dan memberikan kepada masing – masing seekor burung dan sebilah pisau. Mereka diperintah untuk menyembelih burung itu di tempat yang tidak dilihat oleh siapapun.
Mendengar perintah Guru yang sangat dihormati, para murid segera mencari tempat tersembunyi dan ketika merasa tiada yang melihatnya, si murid segera menyambelih burung di tangannya. Tak lama kemudian, murid-murid itu kembali kepada Guru mereka, sambil membawa burung yang sudah disembelihnya.
Tetapi di antara para murid itu, ada seorang murid yang membawa kembali burung di tangannya dalam keadaan masih hidup, tidak disembelih. Sang Guru menegur murid tersebut karena burung di tangannya masih utuh. Si murid menjawab, “Maaf, Guru menyuruh saya untuk menyembelih burung di tempat yang tidak dilihat oleh siapapun. Tetapi saya merasa yakin bahwa tiada satupun tempat di dunia ini yang tidak dilihat oleh Allah SWT.” Mendengar jawaban muridnya, Sang Guru tersenyum karena murid yang satu ini telah lulus menghadapi ujiannya.
Cerita di atas menunjukkan arti muraqabah, yaitu seorang hamba meyakini sepenuh hati bahwa Allah selalu melihat dan mengawasi dirinya, mengetahui segala gerak-geriknya, bahkan apa saja yang terlintas dalam hatinya. Imam Qusyairi pengarang Kitab Risalatul Qusyairi, salah satu tokoh terkemuka dalam dunia tasawuf mengatakan :
المراقبة علم العبد باطلاع الرب سبحانه وتعالى 
Artinya: “Muraqabah adalah bahwa seorang hamba tahu dan yakin sepenuhnya, bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala selalu melihat dan mengawasinya.
Muraqabah merupakan salah satu sifat yang harus dimiliki oleh seorang muslim. Karena dengan muraqabah inilah, seseorang dapat menjalankan ketaatan kepada Allah SWT dimanapun ia berada, hingga mampu mengantarkannya pada derajat seorang mu’min sejati. Demikian pula sebaliknya, tanpa adanya sikap seperti ini, akan membawa seseorang pada jurang kemaksiatan kepada Allah kendatipun ilmu dan kedudukan yang dimilikinya. Inilah urgensi sikap muraqabah dalam kehidupan muslim.
Pernah suatu ketika, seorang istri yang lama ditinggal pergi suaminya; bersya’ir pada tengah malam, yang kebetulan di dengar oleh Umar bin Khatab ra. Ia mengutarakan kegundahan hatinya yang ‘kesepian’ karena tiada suami yang mendampinginya. Ia mengatakan:

لَقَدْ طَالَ هَذَا اللَّيْلُ وَاسْوَدَّ جَانِبُهُ وَأَرَقَّنِيْ أَلاَّ خَلِيْلَ أُلاَعِبُهُ فَوَاللهِ لَوْ لاَ اللهَ تُخْشَى عَوَاقِبُهُ لَحَرَّكَ مِنْ هَذَا السَّرِيْرِ جَوَانِبُهُ
Sungguh terasa teramat panjangnya malam ini,
juga teramat sunyi.
Lebih membuatku gundah lagi,
tiada suami yang mencumbuiku.
Namun demi Allah,
 sekiranya bukan karena takut terhadap Allah.
Pasti ranjang ini telah bergetar karena kemaksiatan.
Demikianlah, karena merasa bahwa Allah akan mengetahuinya jika ia melakukan perbuatan maksiat, dan juga karena takut terhadap azab Allah, ia pun menjauhkan diri dari perbuatan maksiat, kendatipun ia tengah ‘kesepian’ ditinggal sang suami.

Makna Muraqabah
  • Dari segi bahasa muraqabah berarti pengawasan dan pantauan. Karena sikap muraqabah ini mencerminkan adanya pengawasan dan pemantauan Allah terhadap dirinya.
  • Adapun dari segi istilah, muraqabah adalah suatu keyakinan yang dimiliki seseorang bahwa Allah SWT senantiasa mengawasinya, melihatnya, mendengarnya, dan mengetahui segala apapun yang dilakukannya dalam setiap waktu, setiap saat, setiap nafas atau setiap kedipan mata sekalipun.
  • Syekh Ibrahim bin Khawas mengatakan, bahwa muraqabah “adalah bersihnya segala amalan, baik yang sembunyi-sembunyi atau yang terang-terangan hanya kepada Allah.” Beliau mengemukakan hal seperti ini karena konsekwensi sifat muraqabah adalah berperilaku baik dan bersih hanya karena Allah, dimanapun dan kapanpun.
  • Salah seorang ulama juga mengungkapkan bahwa muraqabah ini merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Allah dengan pemahaman sifat “Arraqib, Al-Alim, As-sami’ dan Al-Bashir” pada Allah SWT. Maka barang siapa yang memahami Sifat Allah ini dan beribadah atas dasar konsekwensi Sifat-sifat-Nya ini; akan terwujud dalam dirinya sifat muraqabah.
Pada intinya, sikap ini mencerminkan keimanan kepada Allah yang besar, hingga menyadari dengan sepenuh hati, tanpa keraguan, tanpa kebimbangan, bahwa Allah senantiasa mengawasi setiap gerak-geriknya, setiap langkahnya, setiap pandangannya, setiap pendengarannya, setiap yang terlintas dalam hatinya, bahkan setiap keinginannya yang belum terlintas dalam dirinya. Sehingga dari sifat ini, akan muncul pengamalan yang maksimal dalam beribadah kepada Allah SWT, dimanapun ia berada, atau kapanpun ia beramal dalam kondisi seorang diri, ataupun ketika berada di tengah-tengah keramaian orang.

Urgensi Sifat Muraqabah
Suatu hal yang sudah pasti dari adanya sifat seperti ini adalah optimalnya ibadah yang dilakukan seseorang serta jauhnya ia dari kemaksiatan. Karena ia menyadari bahwa Allah senantiasa melihat dan mengawasinya. Abdullah bin Dinar mengemukakan, bahwa suatu ketika saya pergi bersama Umar bin Khattab ra, menuju Mekah. Ketika kami sedang beristirahat, tiba-tiba muncul seorang penggembala menuruni lereng gunung menuju kami. Umar berkata kepada pengembala itu : “Hai pengembala, juallah seekor kambingmu kepada saya.” Ia menjawab, “Tidak !, saya ini seorang budak.” Umar menimpali lagi, “Katakan saja kepada tuanmu bahwa dombanya diterkam serigala.” Pengembala mengatakan lagi, “kalau begitu, dimanakah Allah?” Mendengar jawaban seperti itu, Umar menangis. Kemudian Umar mengajaknya pergi ke tuannya lalu dimerdekakannya. Umar mengatakan pada pengembala tersebut, “Kamu telah dimerdekakan di dunia oleh ucapanmu dan semoga ucapan itu bisa memerdekakanmu di akhirat kelak.” Pengembala ini sangat meyadari bahwa Allah memahami dan mengetahuinya, sehingga ia dapat mengontrol segala perilakunya. Ia takut melakukan perbuatan kemaksiatan, kendatipun hal tersebut sangat memungkinkannya. Karena tiada orang yang akan mengadukannya pada tuannya, jika ia berbohong dan menjual dombanya tersebut. Namun hal tersebut tidak dilakukannya.
Urgensi lainnya dari sifat muraqabah ini adalah rasa kedekatan kepada Allah SWT. Dalam al-Qur’an pun Allah berfirman, “Dan Kami lebih dekat padanya dari pada urat lehernya sendiri.” Sehingga dari sini pula akan timbul kecintaan yang membara untuk bertemu dengan-Nya. Ia pun akan memandang dunia hanya sebagai ladang untuk memetik hasilnya di akhirat, untuk bertemu dengan Sang Kekasih, yaitu Allah SWT. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW mengatakan :
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ أَحَبَّ لِقَاءَ اللهِ أَحَبَّ اللهُ لِقَاءَهُ، وَمَنْ كَرِهَ لِقَاءَ اللهِ كَرِهَ اللهُ لِقَاءَهُ
“Barang siapa yang merindukan pertemuan dengan Allah, maka Allah pun akan merindukan pertemuan dengan diri-Nya. Dan barang siapa yang tidak menyukai pertemuan dengan Allah, maka Allah pun tidak menyukai pertemuan dengannya” (HR. Bukhari).
Dan rasa rindu seperti ini tidak akan muncul kecuali dari adanya sifat muraqabah.
Sesorang yang bermuraqabah kepada Allah, akan memiliki ‘firasat’ yang benar. Al-Imam al-Kirmani mengatakan, “Barang siapa yang memakmurkan dirinya secara dzahir dengan ittiba’ sunnah, secara batin dengan muraqabah, menjaga dirinya dari syahwat, manundukkan dirinya dari keharaman, dan membiasakan diri mengkonsumsi makanan yang halal, maka firasatnya tidak akan salah.” (Ighatsatul Lahfan, juz I/ 48)

4. Muraqabah merupakan sunnah
, perintah Rasulullah SAW. Dalam sebuah hadits beliau mengatakan:

عَنْ أَبِي ذَرٍّ جُنْدَبِ بْنِ جُنَادَةَ وَأَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
“Bertakwalah kepada Allah dimanapun kamu berada, dan ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik guna menghapuskan perbuatan buruk tersebut, serta gaulilah manusia dengan pergaulan yang baik.” (HR. Tirmidzi)

Macam-macam Sifat Muraqabah
Syeikh Dr. Abdullah Nasih Ulwan mengemukakan dalam ‘Tarbiyah Ruhiyah; Petunjuk Praktis Mencapai Derajat Taqwa’ ; ada empat macam bentuk muraqabah, yaitu:
  • Muraqabah dalam ketaatan kepada Allah SWT, dengan penuh keikhlasan dalam menjalankan segala perintah-Nya Seperti benar-benar menfokuskan tujuan amal ibadahnya hanya kepada Allah dan karena Allah, dan bukan karena faktor-faktor lainnya. Karena ia menyadari bahwa Allah Maha mengetahui segala niatan amalnya yang tersembunyi di balik relung-relung hatinya yang paling dalam sekalipun. Sehingga ia mampu beribadah secara maksimal, baik ketika sendirian ataupun di tengah-tengah keramaian.
  • Muraqabah dalam kemaksiatan, dengan menjauhi perbuatan maksiat, bertaubat, menyesali perbuatan-perbuatan dosa yang pernah dilakukannya dan lain sebagainya. Sikap seperti berangkat dari keyakinannya bahwa Allah mengetahuinya, dan Allah tidak menyukai hamba-Nya yang melakukan perbuatan maksiat. Sekiranya pun ia telah melakukan maksiat, ia akan bertaubat dengan sepenuh hati kepada Allah dengan penyesalan yang mendalam, karena Allah akan murka pada dirinya dengan kemaksiatannya itu.
  • Muraqabah dalam hal-hal yang bersifat mubah, seprti menjaga adab-adab terhadap Allah, bersyukur atas segala kenikmatan yang telah diberikan-Nya pada kita, bermuamalah yang baik kepada setiap insan, jujur, amanah, tanggung jawab, lemah lembut, perhatian, sederhana, ulet, berani dan lain sebagainya. Sehingga seorang muslim akan tampil dengan kepribadian yang menyenangkan terhadap setiap orang yang dijumpainya. Dan jadilah ia sebagai seorang dai yang disukai umatnya.
  • Muraqabah dalam musibah yang menimpanya, yaitu dengan ridha pada ketentuan Allah SWT serta memohon pertolongan-Nya dengan penuh kesabaran. Ia yakin bahwa hal tersebut merupakan sesuatu yang datang dari Allah dan menjadi hal yang terbaik bagi dirinya, dan oleh karenanya ia akan bersabar terhadap sesuatu yang menimpanya.
Sikap Muraqabah Dalam Al-Qur’an
Jika diperhatikan dalam al-Qur’an, akan dijumpai banyak sekali ayat-ayat yang menggambarkan mengenai sikap muraqabah ini, dalam arti bahwa Allah senantiasa mengetahui segala gerak-gerik, tingkah laku, guratan-guratan dalam hati dan lain sebagainya. Sehingga benar-benar tiada tempat untuk berlari bagi manusia dari pengetahuan Allah SWT. Sebagai contoh Allah berfirman dalam al-Qur’an:
1. Pengetahuan Allah tentang apa yang ada dalam hati kita (QS. 2: 284):

لِلَّهِ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي اْلأَرْضِ وَإِنْ تُبْدُوا مَا فِي أَنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللَّهُ فَيَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu menampakkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Dalam ayat lain, Allah mengatakan: (QS. 3: 29)

قُلْ إِنْ تُخْفُوا مَا فِي صُدُورِكُمْ أَوْ تُبْدُوهُ يَعْلَمْهُ اللَّهُ وَيَعْلَمُ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Katakanlah: "Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu menampakkannya, pasti Allah mengetahuinya." Allah mengetahui apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Pengetahuan Allah tentang setiap gerak-gerik kita, hingga dalam sujud sekalipun. (QS. 26: 218-220)

الَّذِي يَرَاكَ حِينَ تَقُومُ ، وَتَقَلُّبَكَ فِي السَّاجِدِينَ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk shalat), dan (melihat pula) perubahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud. Sesungguhnya Dia adalah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Dalam ayat lain Allah mengatakan, (QS. 40:19)

يَعْلَمُ خَائِنَةَ اْلأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ
“Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.”

3. Kebersamaan Allah dengan diri kita. (QS. 57: 4) :

وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”

4. Pengetahuan Allah tentang sesuatu yang tidak diketahui makhluknya
.Allah berfirman dalam QS. 2: 30

قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لاََ تَعْلَمُونَ
" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".

5. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu yang ada dihadapan manusia maupun dibelakangnya
.Allah berfirman, QS. 2: 255:

يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلاَ يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَاءَ
“Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya.”

Muraqabah Dalam Hadits
Dalam haditspun banyak sekali dijumpai hal-hal yang berkaitan dengan muraqabah yang dikemukakan Rasulullah SAW, diantaranya adalah:
1. Sikap muraqabatullah membawa seorang insan memiliki derajat ihsan. Sedangkan derajat ihsan merupakan derajat yang tinggi di sisi Allah SWT. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, dalam Shahihnya:
عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ…. قَالَ فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ اْلإِحْسَانِ، قَالَ أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
“…Jibril bertanya, beritahukanlah kepadaku apa itu ihsan?’ Rasulullah SAW menjawab, ihsan adalah engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Sekiranyapun engkau tidak  melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu…” (HR. Muslim)

2. Rasulullah SAW memerintahkan kepada kita untuk bertaqwa kepada Allah SWT dimanapun kita berada. Sedangkan ketaqwaan tidak akan lahir tanpa adanya muraqabatullah. Rasulullah SAW mengatakan:

عَنْ أَبِي ذَرٍّ جُنْدَبِ بْنِ جُنَادَةَ وَأَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
“Bertakwalah kepada Allah di manapun kamu berada, dan ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik guna menghapuskan perbuatan buruk tersebut, serta gaulilah manusia dengan pergaulan yang baik.” (HR. Tirmidzi)

3. Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita tentang cara untuk dapat menghadirkan sikap muraqabatullah. Dalam hadits beliau mengatakan:

عَنِ بْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: كُنْتُ خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا فَقَالَ، يَا غُلاَمُ، إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ، احْفَظِ اللهَ يَحْفَظُكَ، احْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ
“Dari Ibnu Abas ra, berkata; pada suatu hari saya berada di belakang Nabi Muhammad SAW, lalu beliau berkata, “Wahai ghulam, peliharalah (perintah) Allah, niscaya Allah akan memeliharamu. Dan peliharalah (larangan) Allah, niscaya kamu dapati Allah selalu berada di hadapanmu.” (HR. Tirmidzi)

4. Tanpa adanya muraqabah, seseorang memiliki prosentase jatuh pada kemaksiatan lebih besar. Padahal jika seseorang berbuat maksiat, Allah sangat cemburu padanya. Dalam sebuah hadits digambarkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ اللهَ تَعَالَى يَغَارُ،وَغِيْرَةُ اللهِ تَعَالَى أَنْ يَأْتِيَ الْمَرْءُ
مَا حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ
“Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda; ‘sesungguhnya Allah SWT cemburu. Dan kecemburuan Allah terjadi jika seorang hamba mendatangi (melakukan) sesuatu yang telah diharamkan baginuya’ (HR. Bukhari)

5. Dengan muraqabah seseorang akan sadar untuk beramal guna kehidupan akhiratnya. Dan hal seperti ini dikatakan oleh Rasulullah SAW sebagai seseorang yang memiliki akal yang sempurna (cerdas). Dalam hadits dikatakan:

عَنْ ضَمْرَةَ بْنِ حَبِيبٍ عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ
“Orang yang sempurna akalnya adalah yang mennudukkan jiwanya dan beramal untuk bekal kehidupan setelah kematian. Sedangkan orang yang lemah (akalnya) adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya, di samping itu ia mengharapkan angan-angan kepada Allah SWT.” (HR. Tirmidzi)
6. Muraqabah juga akan membawa seseorang untuk meninggalkan suatu perbuatan yang tidak bermanfaat bagi dirinya. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW mengatakan:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ
“Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda, ‘diantara kesempurnaan iman seseorang adalah, meninggalkan suatu pekerjaan yang tidak menjadi kepentingannya.” (HR. Tirmidzi)

Orang yang selalu muraqabah akan senantiasa bersemangat dalam beribadah, dan menjauhkan diri dari setiap perbuatan dosa, karena dia merasa selalu dalam pengawasan Allah SWT. Terhadap orang muraqabah ini, Allah akan menjaganya dari perbuatan dosa, sebagaimana dikatakan oleh ahli tasawuf dalam Kitab Risalatul Qusyairiyah :
من راقب الله ف خواطره عصمه الله فى جوارهه
Artinya: “Barang siapa muraqabah dengan Allah dalam hatinya, maka Allah akan memeliharanya dari perbuatan dosa pada seluruh anggota tubuhnya.”
Orang yang muraqabah selalu melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Sebaliknya orang yang tidak muraqabah, ia hanya takut ketika dilihat dan diawasi orang lain, sehingga ketika merasa tidak dilihat orang lain ia akan berani untuk berbuat dosa di setiap kesempatan.
Syekh Nashrabadzi seorang tokoh sufi berkata dalam Kitab Risalatul Qusyairiyah :
الرجاء يحركك الى الطاعة والخوف يبعدك عن المعاصى والمراقبة تؤديك الى طريق الحقائق
Artinya: “Raja’ (harapan baik) itu menggerakkanmu untuk berbuat thaat, khauf (takut) menjauhkanmu dari perbuatan maksiat. Sedangkan muraqabah membawamu ke jalan yang benar.”
 Muraqabah menurut para ahli sufi dalam Kitab Iqadhul Himam, terdiri dari tiga tingkatan :
1.       Muraqabah Qalby, yaitu kewaspadaan dan peringatan terhadap hati, agar senantiasa hadir bersama Allah.
2.       Muraqabah Ruhy, yaitu kewaspadaan dan peringatan terhadap ruh, agar merasa dalam pengawasan Allah.
  1. Muraqabah Sirry, yaitu kewaspadaan dan peringatan terhadap sir (rahasia) agar selalu meningkatkan amal ibadahnya dan memperbaiki akhlaqnya.

Penutup
Bagaimanapun juga, Allah pasti akan melihat, mendengar dan mengetahui segala gerak gerik kita, meskipun kita sendiri mungkin tidak menyadari hal tersebut. Namun waktu terus berjalan, menuju ajal dan kematian kita, sementara kita masih bergelimang dengan kemaksiatan. Sebuah pertanyaan yang menggetarkan hati muncul, ‘ akankah kita membiarkan diri kita terjerumus dalam neraka, dengan kemaksiatan yang kita lakukan?’ Ataukah kita akan memperbaiki diri dengan bermuraqabah kepada Allah agar kita jauh dari kemaksiatan dan dekat pada ketaatan hingga kita dapat menggapai ridha-Nya? Jawaban pertanyaan ini, ada dalam diri kita masing-masing

SUMBER :


MAJALAH
RISALAH SYADZILIYYAH
Menggapai Untaian Mutiara Hikmah
Edisi II : Rabi’us Tsani 1434

No comments:

Post a Comment

Charly setia band nyantri di pp syaichona cholil

https://youtu.be/2ELP8ewuNHc https://youtu.be/2ELP8ewuNHc