Oleh : RKH. Fakhrillah Aschal
(PENGASUH PP SYAICHONA CHOLIL BANGKALAN MADURA)
MURAQABAH
Dikisahkan
dalam Kitab Risalatul Qusyairiyah, ada seorang Syekh yang ingin menguji
murid-muridnya. Sang Syekh kemudian
mengumpulkan murid-muridnya, dan memberikan kepada masing – masing seekor
burung dan sebilah pisau. Mereka diperintah untuk menyembelih burung itu di
tempat yang tidak dilihat oleh siapapun.
Mendengar perintah Guru yang sangat dihormati, para
murid segera mencari tempat tersembunyi dan ketika merasa tiada yang
melihatnya, si murid segera menyambelih burung di tangannya. Tak lama kemudian,
murid-murid itu kembali kepada Guru mereka, sambil membawa burung yang sudah
disembelihnya.
Tetapi di antara para murid itu, ada seorang murid
yang membawa kembali burung di tangannya dalam keadaan masih hidup, tidak
disembelih. Sang Guru menegur murid tersebut karena burung di tangannya masih
utuh. Si murid menjawab, “Maaf, Guru menyuruh saya untuk menyembelih burung di
tempat yang tidak dilihat oleh siapapun. Tetapi saya merasa yakin bahwa tiada
satupun tempat di dunia ini yang tidak dilihat oleh Allah SWT.” Mendengar
jawaban muridnya, Sang Guru tersenyum karena murid yang satu ini telah lulus
menghadapi ujiannya.
Cerita di atas menunjukkan arti muraqabah, yaitu
seorang hamba meyakini sepenuh hati bahwa Allah selalu melihat dan mengawasi
dirinya, mengetahui segala gerak-geriknya, bahkan apa saja yang terlintas dalam
hatinya. Imam Qusyairi pengarang Kitab Risalatul Qusyairi, salah satu tokoh
terkemuka dalam dunia tasawuf mengatakan :
المراقبة
علم العبد باطلاع الرب سبحانه وتعالى
Artinya: “Muraqabah adalah bahwa seorang hamba tahu dan yakin
sepenuhnya, bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala selalu melihat dan mengawasinya.”
Muraqabah
merupakan salah satu sifat yang harus dimiliki oleh seorang muslim. Karena
dengan muraqabah inilah, seseorang dapat menjalankan ketaatan kepada Allah SWT
dimanapun ia berada, hingga mampu mengantarkannya pada derajat seorang mu’min
sejati. Demikian pula sebaliknya, tanpa adanya sikap seperti ini, akan membawa
seseorang pada jurang kemaksiatan kepada Allah kendatipun ilmu dan kedudukan
yang dimilikinya. Inilah urgensi sikap muraqabah dalam kehidupan muslim.
Pernah
suatu ketika, seorang istri yang lama ditinggal pergi suaminya; bersya’ir pada
tengah malam, yang kebetulan di dengar oleh Umar bin Khatab ra. Ia mengutarakan
kegundahan hatinya yang ‘kesepian’ karena tiada suami yang mendampinginya. Ia
mengatakan:
لَقَدْ طَالَ
هَذَا اللَّيْلُ وَاسْوَدَّ جَانِبُهُ وَأَرَقَّنِيْ أَلاَّ خَلِيْلَ أُلاَعِبُهُ
فَوَاللهِ لَوْ لاَ اللهَ تُخْشَى عَوَاقِبُهُ لَحَرَّكَ مِنْ هَذَا السَّرِيْرِ
جَوَانِبُهُ
Sungguh terasa
teramat panjangnya malam ini,
juga teramat sunyi.
Lebih membuatku gundah lagi,
Lebih membuatku gundah lagi,
tiada suami yang
mencumbuiku.
Namun demi Allah,
Namun demi Allah,
sekiranya bukan karena takut terhadap Allah.
Pasti ranjang ini telah bergetar karena kemaksiatan.
Pasti ranjang ini telah bergetar karena kemaksiatan.
Demikianlah,
karena merasa bahwa Allah akan mengetahuinya jika ia melakukan perbuatan
maksiat, dan juga karena takut terhadap azab Allah, ia pun menjauhkan diri dari
perbuatan maksiat, kendatipun ia tengah ‘kesepian’ ditinggal sang suami.
Makna Muraqabah
- Dari segi bahasa muraqabah berarti pengawasan dan pantauan. Karena sikap muraqabah ini mencerminkan adanya pengawasan dan pemantauan Allah terhadap dirinya.
- Adapun dari segi istilah, muraqabah adalah suatu keyakinan yang dimiliki seseorang bahwa Allah SWT senantiasa mengawasinya, melihatnya, mendengarnya, dan mengetahui segala apapun yang dilakukannya dalam setiap waktu, setiap saat, setiap nafas atau setiap kedipan mata sekalipun.
- Syekh Ibrahim bin Khawas mengatakan, bahwa muraqabah “adalah bersihnya segala amalan, baik yang sembunyi-sembunyi atau yang terang-terangan hanya kepada Allah.” Beliau mengemukakan hal seperti ini karena konsekwensi sifat muraqabah adalah berperilaku baik dan bersih hanya karena Allah, dimanapun dan kapanpun.
- Salah seorang ulama juga mengungkapkan bahwa muraqabah ini merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Allah dengan pemahaman sifat “Arraqib, Al-Alim, As-sami’ dan Al-Bashir” pada Allah SWT. Maka barang siapa yang memahami Sifat Allah ini dan beribadah atas dasar konsekwensi Sifat-sifat-Nya ini; akan terwujud dalam dirinya sifat muraqabah.
Pada
intinya, sikap ini mencerminkan keimanan kepada Allah yang besar, hingga
menyadari dengan sepenuh hati, tanpa keraguan, tanpa kebimbangan, bahwa Allah
senantiasa mengawasi setiap gerak-geriknya, setiap langkahnya, setiap
pandangannya, setiap pendengarannya, setiap yang terlintas dalam hatinya,
bahkan setiap keinginannya yang belum terlintas dalam dirinya.
Sehingga dari sifat ini, akan muncul pengamalan yang maksimal dalam beribadah
kepada Allah SWT, dimanapun ia berada, atau kapanpun ia beramal dalam kondisi
seorang diri, ataupun ketika berada di tengah-tengah keramaian orang.
Urgensi Sifat Muraqabah
Suatu
hal yang sudah pasti dari adanya sifat seperti ini adalah optimalnya ibadah
yang dilakukan seseorang serta jauhnya ia dari kemaksiatan. Karena ia menyadari
bahwa Allah senantiasa melihat dan mengawasinya. Abdullah bin Dinar
mengemukakan, bahwa suatu ketika saya pergi bersama Umar bin Khattab ra, menuju
Mekah. Ketika kami sedang beristirahat, tiba-tiba muncul seorang penggembala
menuruni lereng gunung menuju kami. Umar berkata kepada pengembala itu : “Hai pengembala,
juallah seekor kambingmu kepada saya.” Ia menjawab, “Tidak !, saya ini seorang
budak.” Umar menimpali lagi, “Katakan saja kepada tuanmu bahwa dombanya
diterkam serigala.” Pengembala mengatakan lagi, “kalau begitu, dimanakah
Allah?” Mendengar jawaban seperti itu, Umar menangis. Kemudian Umar mengajaknya
pergi ke tuannya lalu dimerdekakannya. Umar mengatakan pada pengembala
tersebut, “Kamu telah dimerdekakan di dunia oleh ucapanmu dan semoga ucapan itu
bisa memerdekakanmu di akhirat kelak.”
Pengembala ini sangat meyadari bahwa Allah memahami dan mengetahuinya, sehingga
ia dapat mengontrol segala perilakunya. Ia takut melakukan perbuatan
kemaksiatan, kendatipun hal tersebut sangat memungkinkannya. Karena tiada orang
yang akan mengadukannya pada tuannya, jika ia berbohong dan menjual dombanya
tersebut. Namun hal tersebut tidak dilakukannya.
Urgensi
lainnya dari sifat muraqabah ini adalah rasa kedekatan kepada Allah SWT. Dalam
al-Qur’an pun
Allah berfirman, “Dan Kami lebih dekat
padanya dari pada urat lehernya sendiri.” Sehingga dari sini pula akan
timbul kecintaan yang membara untuk bertemu dengan-Nya. Ia pun akan memandang
dunia hanya sebagai ladang untuk memetik hasilnya di akhirat, untuk bertemu
dengan Sang Kekasih, yaitu Allah SWT. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW
mengatakan :
قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ أَحَبَّ لِقَاءَ اللهِ أَحَبَّ اللهُ
لِقَاءَهُ، وَمَنْ كَرِهَ لِقَاءَ اللهِ كَرِهَ اللهُ لِقَاءَهُ
“Barang siapa yang
merindukan pertemuan dengan Allah, maka Allah pun akan merindukan pertemuan
dengan diri-Nya. Dan barang siapa yang tidak menyukai pertemuan dengan Allah,
maka Allah pun tidak menyukai pertemuan dengannya” (HR. Bukhari).
Dan rasa rindu
seperti ini tidak akan muncul kecuali dari adanya sifat muraqabah.
Sesorang
yang bermuraqabah kepada Allah, akan memiliki ‘firasat’ yang benar. Al-Imam
al-Kirmani mengatakan, “Barang siapa yang memakmurkan dirinya secara
dzahir dengan ittiba’ sunnah, secara batin dengan muraqabah, menjaga dirinya
dari syahwat, manundukkan dirinya dari keharaman, dan membiasakan diri
mengkonsumsi makanan yang halal, maka firasatnya tidak akan salah.”
(Ighatsatul Lahfan, juz I/ 48)
4. Muraqabah merupakan sunnah, perintah Rasulullah SAW. Dalam sebuah hadits beliau mengatakan:
عَنْ أَبِي
ذَرٍّ جُنْدَبِ بْنِ جُنَادَةَ وَأَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ: اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ
تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
“Bertakwalah kepada
Allah dimanapun kamu berada, dan ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik
guna menghapuskan perbuatan buruk tersebut, serta gaulilah manusia dengan
pergaulan yang baik.” (HR. Tirmidzi)
Macam-macam Sifat Muraqabah
Syeikh
Dr. Abdullah Nasih Ulwan mengemukakan dalam ‘Tarbiyah Ruhiyah; Petunjuk Praktis
Mencapai Derajat Taqwa’ ; ada empat macam bentuk muraqabah, yaitu:
- Muraqabah dalam ketaatan kepada Allah SWT, dengan penuh keikhlasan dalam menjalankan segala perintah-Nya Seperti benar-benar menfokuskan tujuan amal ibadahnya hanya kepada Allah dan karena Allah, dan bukan karena faktor-faktor lainnya. Karena ia menyadari bahwa Allah Maha mengetahui segala niatan amalnya yang tersembunyi di balik relung-relung hatinya yang paling dalam sekalipun. Sehingga ia mampu beribadah secara maksimal, baik ketika sendirian ataupun di tengah-tengah keramaian.
- Muraqabah dalam kemaksiatan, dengan menjauhi perbuatan maksiat, bertaubat, menyesali perbuatan-perbuatan dosa yang pernah dilakukannya dan lain sebagainya. Sikap seperti berangkat dari keyakinannya bahwa Allah mengetahuinya, dan Allah tidak menyukai hamba-Nya yang melakukan perbuatan maksiat. Sekiranya pun ia telah melakukan maksiat, ia akan bertaubat dengan sepenuh hati kepada Allah dengan penyesalan yang mendalam, karena Allah akan murka pada dirinya dengan kemaksiatannya itu.
- Muraqabah dalam hal-hal yang bersifat mubah, seprti menjaga adab-adab terhadap Allah, bersyukur atas segala kenikmatan yang telah diberikan-Nya pada kita, bermuamalah yang baik kepada setiap insan, jujur, amanah, tanggung jawab, lemah lembut, perhatian, sederhana, ulet, berani dan lain sebagainya. Sehingga seorang muslim akan tampil dengan kepribadian yang menyenangkan terhadap setiap orang yang dijumpainya. Dan jadilah ia sebagai seorang dai yang disukai umatnya.
- Muraqabah dalam musibah yang menimpanya, yaitu dengan ridha pada ketentuan Allah SWT serta memohon pertolongan-Nya dengan penuh kesabaran. Ia yakin bahwa hal tersebut merupakan sesuatu yang datang dari Allah dan menjadi hal yang terbaik bagi dirinya, dan oleh karenanya ia akan bersabar terhadap sesuatu yang menimpanya.
Sikap Muraqabah Dalam
Al-Qur’an
Jika
diperhatikan dalam al-Qur’an, akan dijumpai banyak sekali ayat-ayat yang
menggambarkan mengenai sikap muraqabah ini, dalam arti bahwa Allah senantiasa
mengetahui segala gerak-gerik, tingkah laku, guratan-guratan dalam hati dan
lain sebagainya. Sehingga benar-benar tiada tempat untuk berlari bagi manusia dari pengetahuan Allah
SWT. Sebagai contoh Allah berfirman
dalam al-Qur’an:
1. Pengetahuan Allah
tentang apa yang ada dalam hati kita (QS. 2: 284):
لِلَّهِ مَا
فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي اْلأَرْضِ وَإِنْ تُبْدُوا مَا فِي أَنْفُسِكُمْ أَوْ
تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللَّهُ فَيَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ
يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Kepunyaan
Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu
menampakkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya
Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah
mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya;
dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Dalam ayat lain,
Allah mengatakan: (QS. 3: 29)
قُلْ إِنْ
تُخْفُوا مَا فِي صُدُورِكُمْ أَوْ تُبْدُوهُ يَعْلَمْهُ اللَّهُ وَيَعْلَمُ مَا
فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Katakanlah:
"Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu
menampakkannya, pasti Allah mengetahuinya." Allah mengetahui apa-apa yang
ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi. Dan Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu.”
Pengetahuan Allah
tentang setiap gerak-gerik kita, hingga dalam sujud sekalipun. (QS. 26:
218-220)
الَّذِي
يَرَاكَ حِينَ تَقُومُ ، وَتَقَلُّبَكَ فِي السَّاجِدِينَ، إِنَّهُ هُوَ
السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Yang melihat kamu
ketika kamu berdiri (untuk shalat),
dan (melihat pula) perubahan
gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud. Sesungguhnya Dia adalah Yang
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Dalam ayat lain Allah mengatakan, (QS. 40:19)
يَعْلَمُ
خَائِنَةَ اْلأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ
“Dia mengetahui
(pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.”
3. Kebersamaan Allah dengan diri kita. (QS. 57: 4) :
وَهُوَ
مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Dan Dia bersama
kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
4. Pengetahuan Allah tentang sesuatu yang tidak diketahui makhluknya.Allah berfirman dalam QS. 2: 30
قَالَ إِنِّي
أَعْلَمُ مَا لاََ تَعْلَمُونَ
" Tuhan
berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".
5. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu yang ada dihadapan manusia maupun dibelakangnya.Allah berfirman, QS. 2: 255:
يَعْلَمُ مَا
بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلاَ يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ
إِلاَّ بِمَا شَاءَ
“Allah mengetahui
apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak
mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya.”
Muraqabah Dalam Hadits
Dalam
haditspun banyak sekali dijumpai hal-hal yang berkaitan dengan muraqabah yang
dikemukakan Rasulullah SAW, diantaranya adalah:
1. Sikap
muraqabatullah membawa seorang insan memiliki derajat ihsan. Sedangkan derajat
ihsan merupakan derajat yang tinggi di sisi Allah SWT. Dalam sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim, dalam Shahihnya:
عَنْ عُمَرَ
بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ…. قَالَ فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ
اْلإِحْسَانِ، قَالَ أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ
تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
“…Jibril bertanya,
beritahukanlah kepadaku apa itu ihsan?’ Rasulullah SAW menjawab, “ihsan adalah engkau
menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Sekiranyapun engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia
melihatmu…” (HR. Muslim)
2.
Rasulullah
SAW memerintahkan kepada kita untuk bertaqwa kepada Allah SWT dimanapun kita
berada. Sedangkan ketaqwaan tidak akan lahir tanpa adanya muraqabatullah.
Rasulullah SAW mengatakan:
عَنْ أَبِي
ذَرٍّ جُنْدَبِ بْنِ جُنَادَةَ وَأَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ: اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ
تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
“Bertakwalah kepada
Allah di manapun
kamu berada, dan ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik guna
menghapuskan perbuatan buruk tersebut, serta gaulilah manusia dengan pergaulan
yang baik.” (HR. Tirmidzi)
3.
Rasulullah
SAW mengajarkan kepada kita tentang cara untuk dapat menghadirkan sikap
muraqabatullah. Dalam hadits beliau mengatakan:
عَنِ بْنِ
عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: كُنْتُ خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا فَقَالَ، يَا غُلاَمُ، إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ،
احْفَظِ اللهَ يَحْفَظُكَ، احْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ…
“Dari Ibnu Abas ra,
berkata; pada suatu hari saya berada di belakang Nabi Muhammad SAW, lalu beliau
berkata, “Wahai ghulam, peliharalah (perintah) Allah, niscaya Allah akan
memeliharamu. Dan peliharalah (larangan) Allah, niscaya kamu dapati Allah
selalu berada di hadapanmu.” (HR. Tirmidzi)
4. Tanpa adanya
muraqabah, seseorang memiliki prosentase jatuh pada kemaksiatan lebih besar.
Padahal jika seseorang berbuat
maksiat, Allah sangat cemburu padanya. Dalam sebuah hadits digambarkan bahwa
Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ أَبِيْ
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: إِنَّ اللهَ تَعَالَى يَغَارُ،وَغِيْرَةُ اللهِ تَعَالَى أَنْ يَأْتِيَ
الْمَرْءُ
مَا حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ
مَا حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ
“Dari Abu Hurairah
ra, Rasulullah SAW bersabda; ‘sesungguhnya Allah SWT cemburu. Dan kecemburuan
Allah terjadi jika seorang hamba mendatangi (melakukan) sesuatu yang telah
diharamkan baginuya’ (HR. Bukhari)
5. Dengan muraqabah
seseorang akan sadar untuk beramal guna kehidupan akhiratnya. Dan hal
seperti ini dikatakan oleh Rasulullah SAW sebagai seseorang yang memiliki akal
yang sempurna (cerdas). Dalam hadits dikatakan:
عَنْ ضَمْرَةَ
بْنِ حَبِيبٍ عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ
وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ
“Orang yang sempurna
akalnya adalah yang mennudukkan jiwanya dan beramal untuk bekal kehidupan
setelah kematian. Sedangkan orang yang lemah (akalnya) adalah orang yang
mengikuti hawa nafsunya, di samping itu ia mengharapkan angan-angan kepada
Allah SWT.” (HR. Tirmidzi)
6. Muraqabah juga
akan membawa seseorang untuk meninggalkan suatu perbuatan yang tidak bermanfaat
bagi dirinya. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW mengatakan:
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ
“Dari Abu Hurairah
ra, Rasulullah SAW bersabda, ‘diantara kesempurnaan iman seseorang adalah,
meninggalkan suatu pekerjaan yang tidak menjadi kepentingannya.” (HR. Tirmidzi)
Orang yang selalu muraqabah akan senantiasa bersemangat dalam beribadah, dan menjauhkan diri dari setiap perbuatan dosa, karena dia merasa selalu dalam pengawasan Allah SWT. Terhadap orang muraqabah ini, Allah akan menjaganya dari perbuatan dosa, sebagaimana dikatakan oleh ahli tasawuf dalam Kitab Risalatul Qusyairiyah :
من
راقب الله ف خواطره عصمه الله فى جوارهه
Artinya: “Barang siapa muraqabah dengan Allah dalam hatinya,
maka Allah akan memeliharanya dari perbuatan dosa pada seluruh anggota tubuhnya.”
Orang yang muraqabah selalu melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Sebaliknya orang yang tidak muraqabah, ia hanya takut ketika dilihat dan
diawasi orang lain, sehingga ketika merasa tidak dilihat orang lain ia akan berani
untuk berbuat dosa di setiap kesempatan.
Syekh Nashrabadzi seorang
tokoh sufi berkata dalam Kitab Risalatul Qusyairiyah :
الرجاء
يحركك الى الطاعة والخوف يبعدك عن المعاصى والمراقبة تؤديك الى طريق الحقائق
Artinya: “Raja’ (harapan baik) itu menggerakkanmu untuk berbuat thaat, khauf
(takut) menjauhkanmu dari perbuatan maksiat. Sedangkan muraqabah membawamu ke
jalan yang benar.”
Muraqabah
menurut para ahli sufi dalam Kitab Iqadhul Himam, terdiri dari tiga tingkatan :
1. Muraqabah Qalby, yaitu kewaspadaan dan peringatan terhadap hati, agar
senantiasa hadir bersama Allah.
2. Muraqabah Ruhy, yaitu kewaspadaan dan peringatan terhadap ruh, agar
merasa dalam pengawasan Allah.
- Muraqabah Sirry, yaitu kewaspadaan dan peringatan terhadap sir (rahasia) agar selalu meningkatkan amal ibadahnya dan memperbaiki akhlaqnya.
Penutup
Bagaimanapun
juga, Allah pasti akan melihat, mendengar dan mengetahui segala gerak gerik
kita, meskipun kita sendiri mungkin tidak menyadari hal tersebut. Namun waktu
terus berjalan, menuju ajal dan kematian kita, sementara kita masih bergelimang
dengan kemaksiatan. Sebuah pertanyaan yang menggetarkan hati muncul, ‘ akankah
kita membiarkan diri kita terjerumus dalam neraka, dengan kemaksiatan yang kita
lakukan?’ Ataukah kita akan memperbaiki diri dengan bermuraqabah kepada Allah
agar kita jauh dari kemaksiatan dan dekat pada ketaatan hingga kita dapat
menggapai ridha-Nya? Jawaban pertanyaan ini, ada dalam diri kita masing-masingSUMBER :
MAJALAH
RISALAH
SYADZILIYYAH
Menggapai
Untaian Mutiara Hikmah
Edisi II : Rabi’us Tsani 1434
No comments:
Post a Comment