Saturday, 25 January 2014

TIK Pesantren PP Syaichona Cholil 2014


INTERNET SEBAGAI MEDIA DAKWAH PESANTREN
                 

Pondok pesantren syaichona cholil Bangkalan Madura kembali menyelenggarakan sebuah acara diklat, kali ini dikemas dalam acara Workshop TIK pesantren bekerja sama dengan majlis muasholah bainal ulama’ walmuslimin, yang di sponsori  oleh KEMKOMINFO, UPM, ICT, Plat M serta Telkomsel dengan program 1 website 1 pesantren, kita tingkatkan kwalitas dakwah islamiyah melalui media internet dalam rangka amar ma’ruf nahi mungkar berlandaskan faham Ahluss Sunnah Wal Jama’ah, supaya tercipta kerukunan hidup berbangsa dan bernegara dalam kerangka NKRI inilah tema yang diangkat dalam acara tersebut .yang mana acara ini diikuti oleh berbagai  elemen santri se-Madura yang di laksanakan selama 2 hari sejak tanggal 25-26 januari 2014.
                Acara ini dibuka langsung oleh yang mulia R.K.H Nasich Aschol selaku ketua umum PP syaichona Cholil berlangsung khidmat dan terealisasi dengan lancar dan baik, al hasil para peserta  di godok untuk menyerap ilmu tentang dunia internet mulai dari cara membuat, mengelola blog dengan baik agar mereka bisa menjadikan media internet sebagai ladang dakwah yang berlandaskan ASWAJA sehingga  secara tidak langsung santri akan menjadi ujung tombak pertahanan ahlus sunnah wal jama’ah didunia maya.
                Memang sangat ironis sekali jika kita telaah, hampir setiap artikel  website yang ada keluar dari aliran Aswaja, mereka meracuni fikirin pembacanya dengan tulisan-tulisan yang manis dan memukau, membid’ah kan satu sama lain sehingga dapat menimbulkan propaganda di antara umat islam sebagai salah satu langkah antisipasi efektif  sudah seharusnya para santri di seluruh indonisia ini, terutama di madura wajib selalu eksis berdakwah di dunia internet baik itu melalui jejaring sosial , blog dan website agar aliran islam ahlus sunnah wal jama’ah tetap terjaga di bumi  pertiwi ini.
                Selain itu para peserta juga diajarkan tentang bisnis online, design grafis yang bagus,  live vidio streaming  serta radio streaming dan hal ini sangatlah bermanfaat sekali menurut penulis karena, jika di sebuah pesantren melakukan acara pengajian dari masing-masing pengasuh yang mana bisa di shere di dunia maya dan bisa di tonton oleh seluruh umat manusia di seluruh dunia utamanya  di pulau garam ini. Dan juga para alumni pesantren yang sedang berada di luar kota sampai luar negri pun masih bisa menimba ilmu dari kyainya masing masing, sehingga dakwah ini menurut kami sangat komprehensif.disamping itu pesantren mereka bisa di kenal orang diseluruh dunia.

Thursday, 9 January 2014

fadilah membaca sholawat

Banyak sekali hikmah dan fadhilah membaca shalawat.
Perintah dari Allah Azza wa Jalla dan anjuran untuk mendawamkan shalawat dari hadits dan para ulama tentu saja memiliki keutamaan tersendiri.
Untuk memotivasi diri pribadi khususnya dan orang islam lain pada umumnya untuk menggairahkan bershalawat kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Salam, berikut ini beberapa fadhilah dan keutamaan membaca Shalawat.
28 MANFAAT MEMBACA SHALAWAT:
1. Akan lebih giat melaksanakan perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala.
2. Di angkat sepuluh derajat atas kedudukannya kelak disisi Allah Subhanahu wa Ta'ala.
3. Di tuliskan bagi pembaca shalawat sepuluh kebaikan dan di hapuskan sepuluh kejelekan.
4. Memperoleh limpahan rahmat dan kebajikan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.
5. Memperoleh kebajikan, terangkat derajatnya, menghapus kejahatan/kesalahan/dosa.
6. Memperoleh pengakuan kesempurnaan iman bila membacanya 100 kali.
7. Terjauhkan dari kerugian, penyesalan dan di golongkan ke dalam golongan orang-orang yang shaleh.
8. Akan lebih mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
9. Memperoleh pahala seperti memerdekakan hamba sahaya (budak).
10.Memperoleh syafa'at dari Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Salam di akhirat.
11. Memperoleh penyertaan dari Malaikat Rahmat.
12. Memperoleh hubungan yang rapat dengan Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Salam.Sebab, jika seseorang bershalawat dan mengucapkan salam kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Salam, maka shalawat dan salamnya di sampaikan kepada Beliau.
13. Membuka kesempatan berkomunikasi (bertemu) dengan Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Salam disaat kita dalam keadaan terjaga (tidur).
14. Menghilangkan kesusahan, kegundaham dan melapangkan rezeki.
15. Melapangkan dada dan hati yang sempit bila seseorang membacanya 100 kali.
16. Menghapus dosa bila seseorang membacanya 3x setiap hari.
17. Menggantikan sedekah bagi orang-orang yang tidak mampu bersedekah.
18. Melipat gandakan pahala yang diperoleh terutama bila seseorang banyak membaca shalawat di hari Jumat.
19. Mendekatkan kedudukan kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Salam di Hari Kiamat.
20. Menjadikan sebab doa kita diterima dan dikabulkan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
21. Dapat terlepas dari kebingungan di Hari Kiamat.
22. Memenuhi suatu hak Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Salam atau memenuhi suatu ibadah yang diwajibkan Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Salam kepada umatnya.
23. Di pandang sebagai seseorang yang mencintai Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Salam seperti pandangan kepada para sahabat Rasul.
24. Dikabulkan segala hajat atau kebutuhannya.
25. Membuat orang yang membacanya menjadi ingat atas segala hal yang di lupakannya.
26. Menghilangkan perasaan pelit.
27. Menyelamatkan pembacanya dari kejahatan orang yang mendoakan keburukan baginya.
28. mengundang keberkahan.





Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
مَن صلَّى عليَّ صلاةً واحدةً ، صَلى اللهُ عليه عَشْرَ صَلَوَاتٍ، وحُطَّتْ عنه عَشْرُ خَطياتٍ ، ورُفِعَتْ له عَشْرُ دَرَجَاتٍ
Barangsiapa yang mengucapkan shalawat kepadaku satu kali maka Allah akan bershalawat baginya sepuluh kali, dan digugurkan sepuluh kesalahan (dosa)nya, serta ditinggikan baginya sepuluh derajat/tingkatan (di surga kelak)[1].
Hadits yang agung ini menunjukkan keutamaan bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan anjuran memperbanyak shalawat tersebut[2], karena ini merupakan sebab turunnya rahmat, pengampunan dan pahala yang berlipatganda dari Allah Ta’ala[3].
Beberapa faidah penting yang terkandung dalam hadits ini:
·         Banyak bershalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan tanda cinta seorang muslim kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam[4], karena para ulama mengatakan: “Barangsiapa yang mencintai sesuatu maka dia akan sering menyebutnya[5].
·         Yang dimaksud dengan shalawat di sini adalah shalawat yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits-hadits beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih (yang biasa dibaca oleh kaum muslimin dalam shalat mereka ketika tasyahhud), bukan shalawat-shalawat bid’ah yang diada-adakan oleh orang-orang yang datang belakangan, seperti shalawat nariyah, badriyah, barzanji dan shalawat-shalawat bid’ah lainnya. Karena shalawat adalah ibadah, maka syarat diterimanya harus ikhlas karena Allah Ta’ala semata dan sesuai dengan tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam [6]. Juga karena ketika para sahabatradhiyallahu ‘anhum bertanya kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “(Wahai Rasulullah), sungguh kami telah mengetahui cara mengucapkan salam kepadamu, maka bagaimana cara kami mengucapkan shalawat kepadamu?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Ucapkanlah: Ya Allah, bershalawatlah kepada (Nabi) Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallamdan keluarga beliau…dst seperti shalawat dalam tasyahhud[7].
·         Makna shalawat kepada nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah meminta kepada Allah Ta’alaagar Dia memuji dan mengagungkan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam di dunia dan akhirat, di dunia dengan memuliakan penyebutan (nama) beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, memenangkan agama dan mengokohkan syariat Islam yang beliau bawa. Dan di akhirat dengan melipatgandakan pahala kebaikan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, memudahkan syafa’at beliau kepada umatnya dan menampakkan keutamaan beliau pada hari kiamat di hadapan seluruh makhluk[8].
·         Makna shalawat dari Allah Ta’ala kepada hamba-Nya adalah limpahan rahmat, pengampunan, pujian, kemualian dan keberkahan dari-Nya[9]. Ada juga yang mengartikannya dengan taufik dari Allah Ta’ala untuk mengeluarkan hamba-Nya dari kegelapan (kesesatan) menuju cahaya (petunjuk-Nya), sebagaimana dalam firman-Nya,
{هُوَ الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلائِكَتُهُ لِيُخْرِجَكُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا}
Dialah yang bershalawat kepadamu (wahai manusia) dan malaikat-Nya (dengan memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman” (QS al-Ahzaab:43).
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
Kota Kendari, 5 Rajab 1431 H
Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA
[1] HR an-Nasa’i (no. 1297), Ahmad (3/102 dan 261), Ibnu Hibban (no. 904) dan al-Hakim (no. 2018), dishahihkan oleh Ibnu Hibban, al-Hakim dan disepakati oleh adz-Dzahabi, juga oleh Ibnu hajar dalam “Fathul Baari” (11/167) dan al-Albani dalam “Shahihul adabil mufrad” (no. 643).
[2] Lihat “Sunan an-Nasa’i” (3/50) dan “Shahiihut targiib wat tarhiib” (2/134).
[3] Lihat kitab “Faidhul Qadiir” (6/169).
[4] Lihat kitab “Mahabbatur Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, bainal ittibaa’ walibtidaa’” (hal. 77).
[5] Lihat kitab “Minhaajus sunnatin nabawiyyah” (5/393) dan “Raudhatul muhibbiin” (hal. 264).
[6] Lihat kitab “Fadha-ilush shalaati wassalaam” (hal. 3-4), tulisan syaikh Muhammad bin Jamil Zainu.
[7] HSR al-Bukhari (no. 5996) dan Muslim (no. 406).
[8] Lihat kitab “Fathul Baari” (11/156).
[9] Lihat kitab “Zaadul masiir” (6/398)


Tuesday, 7 January 2014

tokoh sufi




Syekh Abu bakar jahdar as-syibli
Beliau adalah seorang Tokoh Sufi, dengan nama lengkap  Syekh Abu Bakar Dalaf Ibnu Jahdar as-Syibli. Beliau dilahirkan di Surraman tahun 247 H. Beliau dilahirkan dari keluarga pejabat yang dihormati oleh masyarakat. Beliau mendapat julukan as-Syibli karena dilahirkan di daerah Syiblah Khurasan.
Beliau menempuh pendidikannya dengan baik mulai dari kecil hingga dewasa, sehingga Beliau dapat menguasai ilmu agama (sangat menguasai ilmu Fiqh dan hadits), dengan belajar kepada para ahlinya. Selama dua puluh tahun Beliau menempuh pendidikan tersebut kepada Para Ulama’ kesohor dan juga kepada Para Tokoh Sufi, seperti Syekh al-Junaid.
Sebagai seorang Tokoh Sufi, Beliau sering menguji orang-orang yang mengaku cinta kepada Beliau. Suatu ketika, ada sekelompok orang mendatangi beliau. Mereka menyanjung dan menyatakan cinta yang mendalam kepada beliau. Imam Syibli bukannya tersenyum dan menyambut ucapan mereka dengan binar. Beliau justru mengambil batu, melempari mereka. Sontak, mereka pun lari terbirit-birit.
“Andai kalian benar-benar mencintaiku, maka kalian pasti sabar menerima ujian dariku,” tegas beliau melihat sikap mereka itu.
Ada beberapa pokok pikiran Syekh Abu Bakar as-Syibli, di antaranya adalah :
  1. Seorang Sufi adalah semata-mata memfokuskan diri kepada Allah dengan akhlak Ketuhanan, dengan hati yang bersih dan tingkah laku yang mencerminkan sifat-sifat Allah dalam kehidupan sehari-hari.
  2. Sebagai seorang Sufi, Beliau menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, antara lain :
a.        Surah al-Mu’minun ayat 60 : “Dan Tuhanmu berfirman : Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan kuperkenankan bagimu… yang dimaksud doa dalam ayat inI adalah doa tanpa lupa.
b.       Surah an-Nur ayat 3 : “Katakanlah kepada laki-laki yang beriman : Hendaklah menahan pandangan…” Yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah pandangan mata yang ada di kepala, dihindarkan dari yang haram dan pandangan mata hati dari segala sesuatu selain Allah.
c.        Surah ar-Ra’d ayat 39 : “Allah menghapus apa yang Dia kehendaki dan menetapkan”. Yang dimaksud dari ayat tersebut adalah : Bahwa Allah menghapus apa saja yang dikehendaki-Nya dari syuhud peribadahan dengan segala sifat-sifatnya dan menetapkan apa yang dikehendaki-Nya kesaksian Ketuhanan dan dalil-dalilnya.
d.       Surah al-Mu’minun ayat 3 : “Dan orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna..” Ayat tersebut bermakna bahwa semua yang selain Allah adalah tidak berguna.

Imam Abu Bakar as-Syibli wafat pada tahun 334 H.
\


sumber majalah risyalah syadziliyah edisi 3

kisah sufi terbaru 2014

KETIKA IBLIS DIPAKSA JUJUR OLEH ALLAH SWT
Diriwayatkan oleh Muadz bin Jabal r.a. dari Ibn Abbas r.a., beliau ra. berkata : ” Kami bersama Rasululah SAW berada di rumah seorang sahabat dari golongan Anshar dalam sebuah jamaah.
Tiba-tiba, ada yang memanggil dari luar “Wahai para penghuni rumah, apakah kalian mengijinkanku masuk, karena kalian membutuhkanku”. Rasulullah SAW bertanya kepada para sahabat, ”Apakah kalian tahu siapa yang menyeru itu?”. Para sahabat menjawab, ”Tentu Allah dan Rasul-
Nya lebih mengetahui ”. Rasulullah bersabda “Dia adalah Iblis yang terkutuk – semoga Allah senantiasa melaknatnya”.
Umar bin Khattab r.a. berkata ” Ya Rasulullah, apakah engkau mengijinkanku untuk membunuhnya?”. Nabi SAW berkata pelan ”Bersabarlah wahai Umar, apakah engkau tidak tahu bahwa dia termasuk mereka yang tertunda kematiannya sampai waktu yang ditentukan [hari kiamat]?. Sekarang silakan bukakan pintu untuknya, karena ia sedang diperintahkan Allah SWT. Fahamilah apa yang dia ucapkan dan dengarkan apa yang akan dia sampaikan kepada kalian ! ”.
Ibnu Abbas berkata “Maka dibukalah pintu, kemudian Iblis masuk ke tengah-tengah kami. Ternyata dia adalah seorang yang sudah tua-bangka dan buta sebelah matanya. Dagunya berjanggut sebanyak tujuh helai rambut yang panjangnya seperti rambut kuda, kedua kelopak matanya [masyquqatani] memanjang [terbelah ke atas, tidak kesamping], kepalanya seperti kepala gajah yang sangat besar, gigi taringnya memanjang keluar seperti taring babi, kedua bibirnya seperti bibir macan / kerbau. Dia berkata, “ Assalamu ‘alaika ya Muhammad, assalamu ‘alaikum ya jamaa’atal-muslimin [salam untuk kalian semua wahai golongan muslimin]”.
Nabi SAW menjawab ”Assalamu lillah ya la’iin [Keselamatan hanya milik Allah SWT], wahai makhluq yang terlaknat. Aku telah mengetahui, engkau punya keperluan kepada kami. Apa keperluanmu wahai Iblis”.
Iblis berkata ”Wahai Muhammad, aku datang bukan karena keinginanku sendiri, tetapi aku datang karena terpaksa [diperintah].” Nabi SAW berkata ”Apa yang membuatmu terpaksa harus datang kesini, wahai terlaknat?”.
Iblis berkata, ”Aku didatangi oleh seorang Malaikat utusan Tuhan Yang Maha Agung, ia berkata kepadaku ‘Sesungguhnya Allah SWT menyuruhmu untuk datang kepada Muhammad SAW dalam keadaan hina dan bersahaja. Engkau harus memberitahu kepadanya bagaimana tipu muslihat, godaanmu dan rekayasamu terhadap Bani Adam, bagaimana engkau membujuk dan merayu mereka. Engkau harus menjawab dengan jujur apa saja yang ditanyakan kepadamu’.
Allah SWT berfirman, ”Demi kemuliaan dan keagungan-Ku, jika engkau berbohong sekali saja dan tidak berkata benar, niscaya Aku jadikan kamu debu yang dihempas oleh angin dan Aku puaskan musuhmu karena bencana yang menimpamu”. “Wahai Muhammad, sekarang aku datang kepadamu sebagaimana aku diperintah. Tanyakanlah kepadaku apa yang kau inginkan. Jika aku tidak memuaskanmu tentang apa yang kamu tanyakan kepadaku, niscaya musuhku akan puas atas musibah yang terjadi padaku. Tiada beban yang lebih berat bagiku daripada leganya musuh-musuhku yang menimpa diriku”.
Rasulullah kemudian mulai bertanya : ”Jika kamu jujur, beritahukanlah kepadaku, siapakah orang yang paling kamu benci?”. Iblis menjawab :” Engkau, wahai Muhammad, engkau adalah makhluq Allah yang paling aku benci, dan kemudian orang-orang yang mengikuti agamamu”. Rasulullah SAW :” Siapa lagi yang kamu benci?”. Iblis :” Anak muda yang taqwa, yang menyerahkan jiwanya kepada Allah SWT”. Rasulullah :     ”Lalu siapa lagi ?”. Iblis : ”Orang Alim dan Wara’ [menjaga diri dari syubhat] yang saya tahu, lagi penyabar”. Rasulullah :          ”Lalu, siapa lagi ?”. Iblis : ”Orang yang terus menerus menjaga diri dalam keadaan suci dari kotoran”. Rasulullah :” Lalu, siapa lagi ?”. Iblis : ”Orang miskin [fakir] yang sabar, yang tidak menceritakan kefakirannya kepada orang lain dan tidak mengadukan keluh-kesahnya “. Rasulullah :” Bagaimana kamu tahu bahwa ia itu penyabar ?”. Iblis :” Wahai Muhammad, jika ia mengadukan keluh-kesahnya kepada makhluq sesamanya
selama tiga hari, Tuhan tidak memasukkan dirinya ke dalam golongan orang-orang yang sabar “. Rasulullah :” Lalu, siapa lagi ?”. Iblis :” Orang kaya yang bersyukur “. Rasulullah bertanya :” Bagaimana kamu tahu bahwa ia bersyukur ?”.
Iblis : ”Jika aku melihatnya mengambil dari dan meletakkannya pada tempat yang halal”. Rasulullah: ”Bagaimana keadaanmu jika umatku mengerjakan shalat ?”. Iblis :”Aku merasa panas dan gemetar”. Rasulullah :”Kenapa, wahai terlaknat?”. Iblis :” Sesungguhnya, jika seorang hamba bersujud kepada Allah sekali sujud saja, maka Allah mengangkat derajatnya satu tingkat”. Rasulullah :”Jika mereka puasa ?”. Iblis : ” Saya terbelenggu sampai mereka berbuka puasa”. Rasulullah :” Jika mereka menunaikan haji ?”. Iblis :” Saya menjadi gila”. Rasulullah :”Jika mereka membaca Al Qur’an ?’. Iblis :’ Aku meleleh seperti timah meleleh di atas api”. Rasulullah :” Jika mereka berzakat ?”. Iblis :” Seakan-akan orang yang berzakat itu mengambil gergaji / kapak dan memotongku menjadi dua”. Rasulullah :” Mengapa begitu, wahai Abu Murrah ?”. Iblis :” Sesungguhnya ada empat manfaat dalam zakat itu. Pertama, Tuhan menurunkan berkah atas hartanya. Kedua, menjadikan orang yang berzakat disenangi makhluq-Nya yang lain. Ketiga, menjadikan zakatnya sebagai penghalang antara dirinya dengan api neraka. Ke-empat, dengan zakat, Tuhan mencegah bencana dan malapetaka agar tidak menimpanya”. Rasulullah :”Apa pendapatmu tentang Abu Bakar?”. Iblis :” Wahai Muhammad, pada zaman jahiliyah, dia tidak taat kepadaku, bagaimana mungkin dia akan mentaatiku pada masa Islam”. Rasulullah : ”Apa pendapatmu tentang Umar ?”. Iblis :” Demi Tuhan, tiada aku ketemu dengannya kecuali aku lari darinya”. Rasulullah :”Apa pendapatmu tentang Utsman ?”. Iblis :” Aku malu dengan orang yang para malaikat saja malu kepadanya”. Rasulullah :”Apa pendapatmu tentang Ali bin Abi Thalib ?”. Iblis :” Andai saja aku dapat selamat darinya dan tidak pernah bertemu dengannya [menukar darinya kepala dengan kepala], dan kemudian ia meninggalkanku dan aku meninggalkannya, tetapi dia sama sekali tidak pernah melakukan hal itu”. 
Rasulullah : ”Segala puji hanya bagi Allah yang telah membahagiakan umatku dan menyengsarakanmu sampai hari kiamat”. Iblis yang terlaknat berkata kepada Muhammad :” Hay-hata hay-hata [tidak mungkin- tidak mungkin]. Mana bisa umatmu bahagia, sementara aku hidup dan tidak mati sampai hari kiamat. Bagaimana kamu senang dengan umatmu sementara aku masuk ke dalam diri mereka melalui aliran darah, daging, sedangkan mereka tidak melihatku. Demi Tuhan yang menciptakanku dan membuatku menunggu sampai hari mereka dibangkitkan. Akan aku sesatkan mereka semua, baik yang bodoh maupun yang pandai, yang buta-huruf dan yang melek-huruf. Yang kafir dan yang suka beribadah, kecuali hamba yang mukhlis [ikhlas]”.
Rasulullah :”Siapa yang mukhlis itu menurutmu ?”. Iblis dengan panjang-lebar menjawab :” Apakah engkau tidak tahu, wahai Muhammad. Barangsiapa cinta dirham dan dinar, dia tidak termasuk orang ikhlas untuk Allah. Jika aku melihat orang tidak suka dirham dan dinar, tidak suka puji dan pujaan, aku tahu bahwa dia itu ikhlas karena Allah, maka aku tinggalkan ia. Sesungguhnya hamba yang mencintai harta, pujian dan hatinya tergantung pada nafsu [syahwat] dunia, dia lebih rakus dari orang yang saya jelaskan kepadamu. Tak tahukah engkau, bahwa cinta harta termasuk salah satu dosa besar. Wahai Muhammad, tak tahukah engkau bahwa cinta kedudukan [riyasah] termasuk dosa besar. Dan bahwa sombong, juga termasuk dosa besar.
            “Wahai Muhammad, tidak tahukah engkau, bahwa aku punya tujuh puluh ribu anak. Setiap anak dari mereka, punya tujuh puluh ribu syaithan. Di antara mereka telah aku tugaskan untuk menggoda golongan ulama’, dan sebagian lagi menggoda anak muda, sebagian lagi menggoda orang-orang tua, dan sebagian lagi menggoda orang-orang lemah. Adapun anak-anak muda, tidak ada perbedaan di antara kami dan mereka, sementara anak-anak kecilnya, mereka bermain apa saja yang mereka kehendaki bersamanya. Sebagian lagi telah aku tugaskan untuk menggoda orang-orang yang rajin beribadah, sebagian lagi untuk kaum yang menjauhi dunia [zuhud]. Setan masuk ke dalam dan keluar dari diri mereka, dari suatu keadaan ke keadaan yang lain, dari satu pintu ke pintu yang lain, sampai mereka mempengaruhi manusia dengan satu sebab dari sebab-sebab yang banyak. Lalu syaithan mengambil keikhlasan dari mereka. Menjadikan mereka menyembah Allah tanpa rasa ikhlas, tetapi mereka tidak merasa. Apakah engkau tidak tahu, tentang Barshisha, sang pendeta yang beribadah secara ikhlas selama tujuh puluh tahun, hingga setiap orang yang sakit menjadi sehat berkat da’wahnya. Aku tidak meninggalkannya sampai dia dia berzina, membunuh, dan kafir [ingkar]. Dialah yang disebut oleh Allah dalam Qur’an dengan firmannya [dalam Surah Al-Hasyr] : ”(Bujukan orang-orang munafik itu adalah) seperti (bujukan) syaitan ketika mereka berkata pada manusia:”Kafirlah kamu”, maka tatkala manusia itu telah kafir ia berkata:”Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Rabb semesta alam”. (QS. 59:16).
            Apakah engkau tidak tahu wahai Muhammad, bahwa kebohongan itu berasal dariku. Akulah orang yang pertama kali berbohong. Barangsiapa berbohong, dia adalah temanku, dan barangsiapa berbohong kepada Allah, dia adalah kekasihku. Apakah engkau tidak tahu, bahwa aku bersumpah kepada Adam dan Hawa, “ Demi Allah aku adalah penasihat kamu berdua”. Maka, sumpah palsu merupakan kesenangan hatiku, ghibah, membicarakan kejelekan orang lain, dan namimah, meng-adu domba adalah buah kesukaanku, melihat yang jelek-jelek adalah kesukaan dan kesenanganku. Barang siapa thalaq, bersumpah untuk cerai, dia mendekati perbuatan dosa, meskipun hanya sekali, dan meskipun ia benar. Barangsiapa membiasakan lisannya dengan ucapan cerai, istrinya menjadi haram baginya. Jika mereka masih memiliki keturunan sampai hari kiamat, maka anak mereka semuanya adalah anak-anak hasil zina. Mereka masuk neraka hanya karena satu kata saja.
            “Wahai Muhammad, sesungguhnya di antara umatmu ada yang mengakhirkan shalat barang satu dua jam. Setiap kali mau shalat, aku temani dia dan aku goda dia. Kemudian aku katakan kepadanya:” Masih ada waktu, sementara engkau sibuk”. Sehingga dia mengakhirkan shalatnya dan mengerjakannya tidak pada waktunya, maka Tuhan memukul wajahnya. Jika ia menang atasku, maka aku kirim satu syaithan yang membuatnya lupa waktu shalat. Jika ia menang atasku, aku tinggalkan dia sampai ketika mengerjakan shalat aku katakan kepadanya,’ Lihatlah kiri-kanan’, lalu ia menengok. Saat itu aku usap wajahnya dengan tanganku dan aku cium antara kedua matanya dan aku katakan kepadanya, “Aku telah menyuruh apa yang tidak baik selamanya”. Dan engkau sendiri tahu wahai Muhammad, siapa yang sering menoleh dalam shalatnya, Allah akan memukul wajahnya. Jika ia menang atasku dalam hal shalat, ketika shalat sendirian, aku perintahkan dia untuk tergesa-gesa. Maka ia ‘mencucuk’ shalat seperti ayam mematuk biji-bijian dengan tergesa-gesa. Jika ia menang atasku, maka ketika shalat berjamaah aku cambuk dia dengan ‘lijam’ [cambuk] lalu aku angkat kepalanya sebelum imam mengangkat kepalanya. Aku letakkan ia hingga mendahului imam. Kamu tahu bahwa siapa yang melakukan itu, batallah shalatnya dan Allah akan mengganti kepalanya dengan kepala keledai pada hari kiamat nanti.
            Jika ia masih menang atasku, aku perintahkan dia untuk mengacungkan jari-jarinya ketika shalat sehingga dia mensucikan aku ketika ia sholat. Jika ia masih menang, aku tiup hidungnya sampai dia menguap. Jika ia tidak menaruh tangan di mulutnya, syaithan masuk ke dalam perutnya dan
dengan begitu ia bertambah rakus di dunia dan cinta dunia. Dia menjadi pendengar kami yang setia. Bagaimana umatmu bahagia sementara aku menyuruh orang miskin untuk meninggalkan shalat. Aku katakan kepadanya,’ Shalat tidak wajib atasmu. Shalat hanya diwajibkan atas orang-orang yang mendapatkan ni’mat dari Allah’. Aku katakan kepada orang yang sakit :” Tinggalkanlah shalat, sebab ia tidak wajib atasmu. Shalat hanya wajib atas orang yang sehat, karena Allah berkata :” Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, ……… Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat(Nya) bagimu, agar kamu memahaminya. (QS. 24:61) Tidak ada dosa bagi orang yang sakit. Jika kamu sembuh, kamu harus shalat yang diwajibkan”. Sampai dia mati dalam keadaan kafir. Jika dia mati dan meninggalkan shalat ketika sakit, dia bertemu Tuhan dan Tuhan marah kepadanya. Wahai Muhammad, jika aku bohong dan ngawur, maka mintalah kepada Tuhan untuk membuatku jadi pasir.
            “Wahai Muhammad, bagaimana engkau bahagia melihat umatmu, sementara aku mengeluarkan seperenam umatmu dari Islam. Rasulullah berkata :” Wahai terlaknat, siapa teman dudukmu ?”. Iblis :” Pemakan riba”. Rasulullah :” Siapa teman kepercayaanmu [shadiq] ?”. Iblis : ”Pezina”. Rasulullah :” Siapa teman tidurmu ?”. Iblis :” Orang yang mabuk”. Rasulullah :” Siapa tamumu ?”. Iblis :” Pencuri”. Rasulullah:” Siapa utusanmu ?”. Iblis :”Tukang Sihir”. Rasulullah :” Apa kesukaanmu ?”. Iblis :” Orang yang bersumpah cerai”. Rasulullah : ”Siapa kekasihmu ?”. Iblis :”Orang yang meninggalkan shalat Jum’at”. Rasulullah : ”Wahai terlaknat, siapa yang memotong punggungmu ?”. Iblis :”Ringkikan kuda untuk berperang di jalan Allah”. Rasulullah :” Apa yang melelehkan badanmu ?”. Iblis:”Tobatnya orang yang bertaubat”.
            Rasulullah: ”Apa yang menggosongkan [membuat panas] hatimu ?”. Iblis:” Istighfar yang banyak kepada Allah siang-malam. Rasulullah: ”Apa yang memuramkan wajahmu (membuat merasa malu dan hina)?”. Iblis:” Zakat secara sembunyi-sembunyi”. Rasulullah: ”Apa yang membutakan matamu ?”. Iblis :” Shalat di waktu sahur [menjelang shubuh]”. Rasulullah: ”Apa yang memukul kepalamu ?”. Iblis:” Memperbanyak shalat berjamaah”. Rasulullah:” Siapa yang paling bisa membahagiakanmu ?”. Iblis :” Orang yang sengaja meninggalkan shalat”. Rasulullahi:” siapa manusia yang paling sengsara [celaka] menurutmu?”. Iblis:”Orang kikir / pelit”. Rasulullah:” Siapa yang paling menyita pekerjaanmu [menyibukkanmu]?”.Iblis:” Majlis-majlis ulama’”. Rasulullah:” Bagaimana kamu makan ?”. Iblis:”Dengan tangan kiriku dan dengan jari-jariku”. Rasulullah: ”Dimana kamu lindungkan anak-anakmu ketika panas ?”. Iblis:” Di balik kuku-kuku manusia”. Rasulullah: ”Berapa keperluanmu yang kau mintakan kepada Allah ?”. Iblis:” Sepuluh perkara”. Rasulullah:” Apa itu wahai terlaknat ?”. Iblis :” Aku minta kepada-Nya untuk agar saya dapat berserikat dalam diri Bani Adam, dalam harta dan anak-anak mereka. Dia mengijinkanku berserikat dalam kelompok mereka. Itulah maksud firman Allah : “Dan hasunglah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan ajakanmu, dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak dan beri janjilah mereka. Dan tidak ada yang
dijanjikan oleh syaitan kepada mereka melainkan tipuan belaka. (QS. 17:64) Setiap harta yang tidak dikeluarkan zakatnya maka saya ikut memakannya. Saya juga ikut makan makanan yang bercampur riba dan haram serta segala harta yang tidak dimohonkan perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk. Setiap orang yang tidak memohon perlindungan kepada Allah dari syaithan ketika bersetubuh dengan istrinya, maka syaithan akan ikut bersetubuh. Akhirnya melahirkan anak yang mendengar dan taat kepadaku. Begitu pula orang yang naik kendaraan dengan maksud mencari penghasilan yang tidak dihalalkan, maka saya adalah temannya. Itulah maksud firman Allah : ” ……. , dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki …… (QS. 17:64) Saya memohon kepada-Nya agar saya punya rumah, maka rumahku adalah kamar-mandi. Saya memohon agar saya punya masjid, akhirnya pasar menjadi masjidku. Aku memohon agar saya punya al-Qur’an, maka syair adalah al-Qur’anku. Saya memohon agar punya adzan, maka terompet adalah panggilan adzanku. Saya memohon agar saya punya tempat tidur, maka orang-orang mabuk adalah tempat tidurku. Saya memohon agar saya punya teman-teman yang menolongku, maka maka kelompok al-Qadariyyah menjadi teman-teman yang membantuku. Dan saya memohon
agar saya memiliki teman-teman dekat, maka orang-orang yang menginfaqkan harta kekayaannya untuk kemaksiatan adalah teman dekatku. Ia kemudian membaca ayat :
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Rabbnya. (QS. 17:27) Rasulullah berkata :” Andaikata tidak setiap apa yang engkau ucapkan didukung oleh ayat-ayat dari Kitabullah tentu aku tidak akan membenarkanmu”.
Lalu Iblis meneruskan :” Wahai Muhammad, saya memohon kepada Allah agar saya bisa melihat anak-cucu Adam sementara mereka tidak dapat melihatku. Kemudian Allah menjadikan aku dapat mengalir melalui peredaran darah mereka. Diriku dapat berjalan kemanapun sesuai dengan kemauanku dan dengan cara bagaimanapun. Kalau saya mau, dalam sesaatpun bisa. Kemudian Allah berfirman kepadaku :” Engkau dapat melakukan apa saja yang kau minta”. Akhirnya saya merasa senang dan bangga sampai hari kiamat. Sesungguhnya orang yang mengikutiku lebih banyak daripada yang mengikutimu. Sebagian besar anak-cucu Adam akan mengikutiku sampai hari kiamat.
            Saya memiliki anak yang saya beri nama Atamah. Ia akan kencing di telinga seorang hamba ketika ia tidur meninggalkan shalat Isya’. Andaikata tidak karenanya tentu ia tidak akan tidur lebih dahulu sebelum menjalankan shalat. Saya juga punya anak yang saya beri nama Mutaqadhi. Apabila ada seorang hamba melakukan ketaatan ibadah dengan rahasia dan ingin menutupinya, maka anak saya tersebut senantiasa membatalkannya dan dipamerkan di tengah-tengah manusia sehingga semua manusia tahu. Akhirnya Allah membatalkan sembilan puluh sembilan dari seratus pahala-Nya sehingga yang tersisa hanya satu pahala, sebab, setiap ketaatan yang dilakukan secara rahasia akan diberi seratus pahala. Saya punya anak lagi yang bernama Kuhyal. Ia bertugas mengusapi celak mata semua orang yang sedang ada di majlis pengajian dan ketika khatib sedang memberikan khutbah, sehingga, mereka terkantuk dan akhirnya tidur, tidak dapat mendengarkan apa yang dibicarakan para ulama’. Bagi mereka yang tertidur tidak akan ditulis pahala sedikitpun untuk selamanya. Setiap kali ada perempuan keluar pasti ada syaithan yang duduk di pinggulnya, ada pula yang duduk di daging yang mengelilingi kukunya. Dimana mereka akan menghiasi kepada orang-orang yang melihatnya. Kedua syaithan itu kemudian berkata kepadanya,’ keluarkan tanganmu’. Akhirnya ia mengeluarkan tangannya, kemudian kukunya tampak, lalu kelihatan nodanya.
            “Wahai Muhammad, sebenarnya saya tidak dapat menyesatkan sedikitpun, akan tetapi saya hanya akan mengganggu dan menghiasi. Andaikata saya memiliki hak dan kemampuan untuk menyesatkan, tentu saya tidak akan membiarkan segelintir manusia pun di muka bumi ini yang masih sempat mengucapkan “ Tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Utusan-Nya”, dan tidak akan ada lagi orang yang shalat dan berpuasa. Sebagaimana engkau wahai Muhammad, tidak berhak memberikan hidayah sedikitpun kepada siapa saja, akan tetapi engkau adalah seorang utusan dan penyampai amanah dari Tuhan. Andaikata engkau memiliki hak dan kemampuan untuk memberi hidayah, tentu engkau tidak akan membiarkan segelintir orang pun kafir di muka bumi ini. Engkau hanyalah sebagai hujjah [argumentasi] Tuhan terhadap makhluq-Nya. Sementara saya adalah hanyalah menjadi sebab celakanya orang yang sebelumnya sudah dicap oleh Allah menjadi orang celaka. Orang yang bahagia dan beruntung adalah orang yang dijadikan bahagia oleh Allah sejak dalam perut ibunya, sedangkan orang yang celaka adalah orang yang dijadikan celaka oleh Allah sejak dalam perut ibunya. Kemudian Rasulullah SAW membacakan firman dalam QS Hud : Jikalau Rabbmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, (QS. 11:118) kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Rabbmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat Rabbmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan; sesungguh-nya Aku akan memenuhi neraka jahanam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya. (QS. 11:119) dilanjutkan dengan : Tidak ada suatu keberatanpun atas Nabi tentang apa yang telah ditetapkan Allah baginya. (Allah telah menetapkan yang demikian) sebagai sunnah-Nya pada nabi-nabi yang telah berlalu dahulu. Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku, (QS. 33:38)”.
 Kemudian Rasulullah berkata lagi kepada Iblis : ” Wahai Abu Murrah [Iblis], apakah engkau masih mungkin bertaubat dan kembali kepada Allah, sementara saya akan menjaminmu masuk surga”. Ia iblis menjawab :” Wahai Rasulullah, ketentuan telah memutuskan dan Qalam-pun telah kering dengan apa yang terjadi seperti ini hingga hari kiamat nanti. Maka Maha Suci Tuhan, yang telah menjadikanmu sebagai tuan para Nabi dan Khatib para penduduk surga. Dia, telah memilih dan mengkhususkan dirimu. Sementara Dia telah menjadikan saya sebagai tuan orang-orang yang celaka dan khatib para penduduk neraka. Saya adalah makhluq celaka lagi terusir. Ini adalah akhir dari apa yang saya beritahukan kepadamu dan saya mengatakan yang sejujurnya”.
Segala puji hanya milik Allah SWT , Tuhan Semesta Alam, awal dan akhir, dzahir dan bathin. Semoga shalawat dan salam sejahtera tetap selalu tercurah keharibaan Baginda Rasulullah SAW dan kepada para keluarga dan sahabatnya serta para Ulama’ pewaris ilmunya hingga akhir zaman.



Saturday, 4 January 2014

PENGAJIAN SUFI terbaru 2014


MUHASABAH                                                           
Oleh : RKH. Fakhrillah Aschal 
pengasuh pp syaichona cholil  
Bangkalan Madura 


Seorang sufi setiap saat dan setiap waktu haruslah senantiasa mencurahkan dan mengarahkan perhatiannya terhadap dirinya sendiri dalam waktu apapun dan dalam melakukan apapun. Ia harus selalu waspada memandang diri sendiri dalam gerak-geriknya, baik jasmani maupun gerak-gerik ruhaninya.
Orang-orang sufi yang senantiasa melakukan koreksi diri atau mengontrol dirinya, akan selalu tampak perbuatan apa yang dilakukannya, sehingga ia tidak berani melakukan suatu perbuatan dosa sekecil apapun. Ia merasa bahwa semua perbuatannya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Sang Qadli Yang Maha Agung.
Seorang hamba yang selalu mengontrol perbuataanya sendiri, maka akan terhindar dari kesesatan, serta tiada kesempatan baginya untuk melihat cela orang lain, karena dia sibuk mengontrol dirinya sendiri. Dia menjadi hamba yang beruntung, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
طُوْبَى لِمَنْ شَغَلَهُ عَيْبُهُ عَنْ عُيُوْبِ النَّاسِ
Artinya: “Beruntunglah orang yang sibuk dengan aibnya sendiri, sehingga tidak sempat memperhatikan aib orang lain”
Orang yang selalu berfikir tentang keberadaan dirinya, mengontrol segala kesalahanya, dan mengawasi segala gerak-geriknya, menandakan dia jernih hati dan fikirannya. Bahkan Rasulullah SAW menggolongkannya sebagai orang yang pintar, sebagaimana sabda Beliau :
اَلْكَيِسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ وَالْعَاجِزُ مَنِ اتَّبِعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللهِ
Artinya: “Orang yang pintar ialah orang yang selalu mengoreksi dirinya sendiri dan beramal untuk bekal sesudah mati, dan orang yang lemah ialah orang yang selalu menurutkan hawa nafsunya dan berangan-angan kepada Allah” (HR. Turmudzi)
Kontrol terhadap dirinya sendiri harus terus-menerus dilakukan setiap saat dan setiap waktu. Sebab sekali saja lengah, saat itu pula dipergunakan oleh Syetan untuk menjerumuskannya ke dalam jurang kejahatan.
Sorang sufi harus senantiasa berusaha mengoreksi segala apa yang tersembunyi dalam hatinya dari berbagai cela dan kekurangannya. Hal ini lebih baik daripada mencari-cari kekurangan dan kesalahan orang lain, sebagaimana dikatakan oleh Syekh Athaillah Assakandary dalam kitab Al-Hikam :
تَشَوُّفُكَ اِلَى مَا بَطَنَ فِيْكَ مِنَ الْعُيُوْبِ خَيْرٌ مِنْ تَشَوِّفِكَ اِلَى مَا حُجِبَ عَنْكَ مِنَ الْغُيُوْبِ
Artinya: “Usahamu untuk mengetahui apa yang tersimpan dalam dirimu dari berbagai macam cela itu lebih baik daripada usahamu kepada apa yang terhalang darimu dari berbagai macam perkara yang ghaib”
Dalam pribahasa disebutkan, gajah di pelupuk mata tidak kelihatan, semut di seberang lautan tampak kelihatan. Inilah ungkapan yang menerangkan watak manusia yang suka melihat dan meneliti kesalahan orang lain sekecil apapun, akan tetapi lupa akan sengaja melupakan diri terhadap kesalahan diri sendiri.
Bagi seorang sufi tidak diperkenankan melakukan perbuatan semacam itu, karena sangat dilarang oleh Allah, sebagaimana Firman-Nya :

يَاَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِنَ الظَّنِّ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَلاَ تَجَسَّسُوْا وَلاَ يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَاءْكُلَ لحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُ وَاتَّقُوا اللهَ اِنَّ الله تَوَّابٌ رَحِيْمٌ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa. Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati ? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang “ (QS. Al-Hujuraat :12).
Orang yang selalu berfikir tentang keberadaan dirinya, mengontrol segala kesalahanya, dan mengawasi segala gerak-geriknya, menandakan dia jernih hati dan fikirannya. Bahkan Rasulullah SAW menggolongkannya sebagai orang yang pintar, sebagaimana sabda Beliau :
اَلْكَيِسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ وَالْعَاجِزُ مَنِ اتَّبِعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللهِ
 ‘”Orang yang pandai adalah orang yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah orang yang dirinya mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah SWT”.   (Imam Turmudzi) berkata, ‘Hadits ini adalah hadits hasan, dan makna sabda Rasul SAW   ( دان نفسه ) adalah        ( حاسب نفسه في الدنيا قبل أن يحاسب يوم القيامة ) ‘orang yang menghisab (mengevaluasi diri) di dunia sebelum dihisab pada hari akhir.’
Dan diriwayatkan dari Umar bin Khatab ra beliau berkata, ‘hisablah (evaluasilah) diri kalian sebelum kalian dihisab, dan berhiaslah (bersiaplah) kaliau untuk hari aradh akbar (yaumul hisab). Dan bahwasanya hisab itu akan menjadi ringan pada hari kiamat bagi orang yang menghisab dirinya di dunia. Dan diriwayatkan pula dari Maimun bin Mihran bahwa ia berkata, seoarng hamba tidak dikatakan bertakwa hingga ia menghisab dirinya sebagaimana dihisabnya pengikutnya dari mana makanan dan pakaiannya.
Gambaran Umum Hadits
Hadits di atas menggambarkan mengenai urgensi muhasabah (evaluasi diri) dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Karena hidup di dunia merupakan rangkaian dari sebuah planing dan misi besar seorang hamba, yaitu menggapai keridhaan Rabb-nya. Dan dalam menjalankan misi tersebut, seseorang tentunya harus memiliki visi (ghayah), perencanaan (ahdaf), strategi (takhtith), pelaksanaan (tatbiq) dan evaluasi (muhasabah). Hal terakhir merupakan pembahasan utama yang dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam hadits ini. Bahkan dengan jelas, Rasulullah SAW mengaitkan evaluasi dengan kesuksesan ( الكيس ), sedangkan kegagalan ( العاجز ) dikaitkan dengan mengikuti hawa nafsu dan banyak angan.
Indikasi Kesuksesan dan Kegagalan
Hadits di atas dibuka Rasulullah SAW dengan sabdanya, ( الكيس من دان نفسه وعمل لما بعد الموت ) ‘oarng yang pandai (sukses) adalah orang yang mengevaluasi dirinya serta beramal untuk kehidupan setelah kematiannya.’
Ungkapan sederhana di atas sungguh menggambarkan tentang sebuah visi yang harus dimiliki seorang muslim. Sebuah visi yang membentang bahkan menembus dimensi kehidupan dunia, yaitu visi hingga pada kehidupan setalah kematian. Seorang muslim tidak seharusnya hanya berwawasan sempit dan terbatas, sekedar pemenuhan keinginan untuk jangka waktu sesaat. Namun lebih dari itu, seorang muslim harus memiliki visi & planing untuk kehidupannya yang lebih kekal abadi.
Karena orang yang sukses adalah orang yang mampu mengatur keinginan singkatnya demi keinginan jangka panjangnya. Orang bertakwa adalah orang yang ‘rela’ mengorbankan keinginan duniawinya, demi tujuan yang lebih mulia, ‘kebahagian kehidupan ukhrawi.’
Dalam Al-Qur’an, Allah SWT seringkali mengingatkan hamba-hamba-Nya mengenai visi besar ini, diantaranya adalah dalam QS. Al-Hasyr/ 59 : 18 – 19
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik. Tiada sama penghuni-penghuni neraka dengan penghuni-penghuni surga; penghuni-penghuni surga itulah orang-orang yang beruntung.”
Muhasabah atau evaluasi atas visi inilah yang digambarkan oleh Rasulullah SAW sebagai kunci pertama dari kesuksesan ( الكيس ). Karena sekali lagi, orang yang sukses akan selalu mengevaluasi dari kinerja pribadi yang telah dilakukannya.
Selain itu, Rasulullah SAW juga menjelaskan kunci kesuksesan yang kedua, setelah evaluasi harus ada aksi perbaikan. Dan hal ini diisyaratkan oleh Rasulullah SAW dengan sabdanya dalam hadits di atas dengan ( وعمل لما بعد الموت )’dan beramal untuk kehidupan sesudah kematian.’ Potongan hadits yang terakhir ini diungkapkan Rasulullah SAW langsung setelah penjelasan tentang muhasabah. Karena muhasabah juga tidak akan berarti apa-apa tanpa adanya tindak lanjut atau perbaikan.
Terdapat hal menarik yang tersirat dari hadits di atas, khususnya dalam penjelasan Rasulullah SAW mengenai kesuksesan. Tersirat dari hadits di atas, orang yang pandai senantiasa evaluasi terhadap amalnya, serta beramal untuk kehidupan jangka panjangnya yaitu kehidupan akhirat. Dan evaluasi tersebut dilakukan untuk kepentingan dirinya, dalam rangka peningkatan kepribadiannya sendiri.
Sementara banyak sekali pribadi-pribadi yang mengevaluasi kinerja atau aktivitasnya lantaran orang lain, atau agar dinilai ‘baik’ oleh pihak lain. Di sinilah perbedaan mendasar evaluasi Islami dengan evaluasi non Islami. Evaluasi Islam adalah mengevaluasi demi perbaikan diri dan agar mendapatkan cinta Allah SWT. Maka konsekewnsinya adalah, beramal untuk kehidupan setelah kematian. Sementara evaluasi non Islami, evaluasinya dilakukan agar dinilai baik oleh pihak lain.
Sementara kebalikan dari hal tersebut yaitu kegagalan, yang disebut oleh Rasulullah SAW dengan ( العاجز ) ‘orang yang lemah’, memiliki dua ciri mendasar yaitu yang pertama adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya (من اتبع نفسه هواه ). Sedangkan yang kedua adalah memiliki banyak angan-angan dan khayalan, ( وتمنى على الله ) berangan-angan terhadap Allah.’
Maksud berangan-angan terhadap Allah SWT adalah sebagaimana dikemukakan oleh Imam Al-Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi, sebagai berikut : Dia (orang yang lemah), bersamaan dengan lemahnya ketaatannya kepada Allah dan selalu mengikuti hawa nafsunya, tidak pernah meminta ampunan kepada Allah, bahkan selalu berangan-angan bahwa Allah akan mengampuni dosa-dosanya.
Urgensi Muhasabah
Imam Turmudzi setelah meriwayatkan hadits diatas, juga meriwayatkan ungkapan Umar bin Khattab dan juga ungkapan Maimun bin Mihran mengenai urgensi dari muhasabah.
1. Mengenai muhasabah, Umar ra mengemukakan :
‘Hisablah (evaluasilah) diri kalian sebelum kalian dihisab, dan berhiaslah (bersiaplah) kaliau untuk hari aradh akbar (yaumul hisab). Dan bahwasanya hisab itu akan menjadi ringan pada hari kiamat bagi orang yang menghisab (evaluasi) dirinya di dunia.
Sebagai sahabat yang dikenal ‘kritis’ dan visioner, Umar memahami benar urgensi dari evaluasi ini. Pada kalimat terakhir pada ungkapan di atas, Umar mengatakan bahwa orang yang biasa mengevaluasi dirinya akan meringankan hisabnya di yaumul akhir kelak. Umar faham bahwa setiap insan akan dihisab, maka iapun memerintahkan agar kita menghisab diri kita sebelum mendapatkan hisab dari Allah SWT.
2. Sementara Maimun bin Mihran ra mengatakan :
‘Seorang hamba tidak dikatakan bertakwa hingga ia menghisab dirinya sebagaimana dihisabnya pengikutnya dari mana makanan dan pakaiannya’.
Maimun bin Mihran merupakan seorang tabiin yang cukup masyhur. Beliau wafat pada tahun 117 H. Beliaupun sangat memahami urgensi muhasabah, sehingga beliau mengaitkan muhasabah dengan ketakwaan. Seseorang tidak dikatakan bertakwa, hingga menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri. Karena beliau melihat salah satu ciri orang yang bertakwa adalah orang yang senantiasa mengevaluasi amal-amalnya. Dan orang yang bertakwa, pastilah memiliki visi, yaitu untuk mendapatkan ridha Ilahi.
3. Urgensi lain dari muhasabah adalah karena setiap orang kelak pada hari akhir akan datang menghadap Allah SWT dengan kondisi sendiri-sendiri untuk mempertanggung jawabkan segala amal perbuatannya. Allah SWT menjelaskan dalam Al-Qur’an : “Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri.” (QS. Maryam/ 19 : 95)
Setiap manusia akan dimintai pertanggung jawaban atas segala amal perbuatan yang telah dilakukannya secara sendiri-sendiri. Dan seringkali manusia melupakan hal ini, sementara semakin hari semakin dekat antara dirinya dengan hisab tersebut. Allah SWT berfirman : “Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya).” (QS. Al-Anbiya’/ 21 : 1).
Aspek-Aspek Yang Perlu Dimuhasabahi (Dievaluasi)
Terdapat beberapa aspek yang perlu dimuhasabahi oleh setiap muslim, agar ia menjadi orang yang pandai & sukses ( الكيس ) sebagaimana yang disabdakan Rasulullah SAW dalam hadits di atas, diantaranya yaitu :
1. Aspek Ibadah ( الجانب التبعدي )
Pertama kali yang harus dievaluasi setiap muslim adalah aspek ibadah. Karena ibadah merupakan tujuan utama diciptakannya manusia di muka bumi ini; ‘Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka menyembah kepada-Ku.’ (QS. 51 : 56). Artinya ibadah merupakan tugas & pekerjaan utama manusia dalam menjalani kehidupannya.
Oleh karenanya, sepatutnya aspek ibadah menjadi perhatian utama evaluasi bagi manusia. Evaluasi aspek ibadah ini, mencakup dua hal ; ibadah yang wajib dan ibadah yang sunnah.
a. Ibadah wajib.
Ibadah wajib adalah ibadah yang tidak bisa tidak, harus dikerjakan oleh setiap muslim. Minimal sekali adalah ibadah yang terdapat dalam rukun Islam; shalat, puasa, zakat dan juga haji. shalat berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW merupakan perkara yang pertama kali akan dihisab oleh Allah SWT pada hari akhir ; “Sesungguhnya yang pertama kali akan dihisab dari seroang hamba adalah shalatnya. Jika shalatnya baik, maka sungguh ia beruntung dan sukses. Namun jika shalatnya fasad (rusak/ cacat) maka sungguh ia akan menyesal dan merugi.” (HR. Nasa’i)
Dalam hadits lain tentang muflis (orang yang bangkrut), dikatakan oleh Rasulullah SAW bahwa orang yang muflis didatangkan ke hadapan Allah SWT dengan amalan shalat, puasa dan zakat, namun juga membawa ‘dosa’ suka mencela, menuduh, memukul, memakan harta orang lain dan lain sebagainya.
“Orang yang bangkrut dari umatku di hari kiamat adalah orang yang datang dengan (pahala) shalat, puasa dan zakat, namun ia juga datang dengan membawa (dosa) mencela kehormatan orang lain, menuduh orang lain, memakan harta orang lain dan memukul orang lain.”(HR. Muslim)
Hadits di atas menggambarkan bahwa pada hari akhir kelak, yang pertama kali dimintai pertanggung jawaban adalah ibadah-ibadah fardhu terlebih dahulu, seperti shalat, puasa dan zakat. Baru kemudian setelah itu amaliyah-amaliyah yang lain. Belum lagi hadits-hadits lain yang menggambarkan tentang urgensi ibadah-ibadah fardhu.
Kaitannya dengan muhasabah, bahwa setiap musim harus berusaha untuk meningkatkan amal ibadah fardhunya. Mulai dari niat, tatacara, pelaksanaan, penghayatan, pemberian dampaknya dalam kehidupan, istiqamahnya, dan lain-lain. Peningkatan tersebut harus didasarkan pada evaluasi dirinya atas ibadah fardhu yang telah dilakukannya. Apa kekurangan dan kelemahan dalam pelaksanaannya. Apa pula faktor-faktor yang selama ini dapat meningkatkan kualitas ibadah tersebut, dan seterusnya.
Pada intinya perlu dijaga, agar jangan sampai amaliyah ibadah fardhu ini menjadi berkurang dan memiliki cacat dalam pelaksanaannya. Karena cacatnya amaliyah ini, akan berdampak pada cacatnya amaliyah lainnya. Sehingga peningkatan pada aspek ini sangat mutlak diperlukan.
b. Ibadah sunnah
Ibadah sunnah juga tidak kalah pentingnya dengan ibadah fardhu. Karena ibadah sunnah akan menjadi penyempurna bagi ibadah fardu. Bahkan ulama mengatakan bahwa salah satu indikasi kesempurnaan keimanan seorang mu’min adalah kelanggengannya dalam melaksanakan ibadah sunnah.
Rasulullah SAW sendiri memberikan porsi dalam aspek ini dengan begitu besarnya. Perhatikan saja sebagaimana yang diakatakan Sayyidatuna Aisyah RA, bahwa beliau SAW shalat malam hingga kedua kaki Beliau bengkak-bengkak. (HR. Bukhari Muslim)
Kemudian bagaimana beliau berpuasa sunnah, dzikrullah, tilawah Al-Qur’an, infak shadaqah, berbuat ihsan, dan sebaginya. Kesemuanya menggambarkan betapa aspek ini sangat diperhatikan oleh Rasulullah SAW dan juga para sahabatnya.
Evaluasi dalam ibadah sunnah sangat penting, karena terkadang karena sifatnya yang hanya ‘sunnah’, seringkali pelaksanaannya terabaikan. Sementara urgensi ibadah sunnah ini sangat signifikan dalam peningkatan ketakwaan dan ketaqarruban seseorang kepada Allah SWT serta dalam menjaga keistiqamahan. Dalam sebuah riwayat, Rasulullah SAW pernah bersabda:
‘Segeralah melakukan amal shaleh, sebab akan terjadi fitnah besar bagaikan gelap malam yang sangat gulita. Ketika itu seseorang beriman pada pagi hari, sementara pada sore harinya ia kufur kepada Allah SWT. Dan pada sore hari seseorang beriman, sementara pagi harinya ia kufur kepada Allah SWT. Ia menukar agamanya demi sedikit keuntungan duniawi.” (HR. Muslim).
Secara tersurat hadits ini menggambarkan mengenai sifat dari amal shaleh (yang unsur terpentingnya adalah ibadah sunnah), akan menjaga keimanan, terhindar dari fitnah serta menjaga keistiqamahan. Karena tantangan dan fitnah di ‘luar’ demikian besarnya. Sesuatu yang haq, bisa diputarbalikkan menjadi seolah-olah bathil, demikian juga sebaliknya.
Dari sini tampak jelas, urgensitas dari ibadah sunnah tersebut. Karena ‘cacatnya’ perhatian pada ibadah sunnah, akan berakibat pada hilangnya ‘kestabilan’ iman, mudah terperdaya dengan fitnah, bahkan terseret pada jurang kehinaan (na’udzubillah min dzalik).
Sektor terpenting dari ibadah sunnah yang perlu dievaluasi diantaranya adalah pada aspek qiyamul lail, shalat dhuha, shaum sunnah, tilawatul qur’an, dzikrullah, Shalawat, infaq shadaqah, dzikrul maut, dan lain sebagainya. Sedangkan bentuk evaluasinya sama sebagaimana evaluasi pada ibadah ibadah fardhu.
2. Aspek Pekerjaan & Perolehan Rizki ( الجانب العملي والتكسبي )
Aspek kedua ini sering kali dianggap remeh, atau bahkan ditinggalkan dan ditidakpedulikan oleh kebanyakan kaum muslimin. Karena sebagian menganggap bahwa aspek ini adalah urusan duniawi yang tidak memberikan pengaruh pada aspek ukhrawinya. Sementara dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda : Dari Ibnu Mas’ud ra dari Nabi Muhammad SAW bahwa beliau bersabda, ‘Tidak akan bergerak tapak kaki ibnu Adam pada hari kiamat, hingga ia ditanya tentang 5 perkara; umurnya untuk apa dihabiskannya, masa mudanya, kemana dipergunakannya, hartanya darimana ia memperolehnya & kemana dibelanjakannya & ilmunya sejauh mana pengamalannya?’ (HR. Turmudzi)
Hadits di atas menggambarkan tentang akibat dari melalaikan unsur perolehan harta. Bahwa seseorang tidak akan bergerak kedua tapak kakinya di akhirat kelak, hingga ia ditanya tengan 5 hal, diantaranya tentang sumber penghasilannya. Senada dengan hadits tersebut, Allah SWT sesungguhnya telah mewanti-wanti agar jangan sampai seseorang memakan atau mencari harta dengan cara yang bathil: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.  Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. Annisa/ 4 : 29)
Imam As-Suyuti ketika menjelaskan tentang memakan harta dengan cara bathil, beliau menafsirkannya dengan            ( بطريق غير مشروع مخالف حكم الله تعالى ) ‘dengan cara tidak sesuai dengan syariat dan bertentangan dengan hukum Allah SWT’. Artinya segala macam bentuk usaha, yang substansi pekerjaannya, cara pelaksanaannya, mekanismenya dan sistemnya tidak syar’i dan bertentangan dengan hukum Islam, maka itu adalah bathil.
Pada intinya, semua pekerjaan dan sumber penghasilan yang telah didapatkannya, harus dievaluasi kembali. Apakah semuanya sudah jelas kehalalannya? Ataukah masih terdapat hal-hal yang berbau syubhat dan keharaman? Jika dalam evaluasi terdapat satu sumber penghasilan yang mengandung keharaman, maka harus segera ditinggalkan, kendatipun besarnya penghasilan dari aspek tersebut.
3. Aspek Kehidupan Sosial Keislaman                                                                                   ( الجانب الحياة الإجتماعية الإسلامية )
Aspek yang tidak kalah penting untuk dievaluasi adalah aspek kehidupan sosial, dalam arti hubungan pergaulan,       akhlak dan adab dengan sesama manusia. Karena kenyataannya aspek ini juga sangat penting, sebagaimana yang digambarkan Rasulullah SAW dalam sebuah hadits :
Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut itu?” Sahabat menjawab, ‘Orang yang bangkrut diantara kami adalah orang yang tidak memiliki dirham dan tidak memiliki perhiasan.” Rasulullah SAW bersabda, “Orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan (pahala) shalat, puasa dan zakat, namun ia juga datang dengan membawa (dosa) menuduh, mencela, memakan harta orang lain, memukul (mengintimidasi) orang lain. Maka orang-orang tersebut diberikan pahala kebaikan-kebaikan dirinya. Hingga manakala pahala kebaikannya telah habis, sebelum tertunaikan kewajibannya, diambillah dosa-dosa mereka dan dicampakkan pada dirinya, lalu dia pun dicampakkan ke dalam api neraka.” (HR. Muslim)
Melalaikan aspek ini, dapat menjadi orang yang muflis sebagaimana digambarkan Rasulullah SAW dalam hadits di atas. Datang ke akhirat dengan membawa pahala amal ibadah yang begitu banyak, namun bersamaan dengan itu, ia juga datang ke akhirat dengan membawa dosa yang terkait dengan interaksinya yang negatif terhadap orang lain; mencaci, mencela, menuduh, memfitnah, memakan harta tetangganya, mengintimidasi dsb. Sehingga pahala kebaikannya habis untuk menutupi keburukannya.
Bahkan karena kebaikannya tidak cukup untuk menutupi keburukannya tersebut, maka dosa-dosa orang-orang yang dizaliminya tersebut dicampakkan pada dirinya. Hingga jadilah ia tidak memiliki apa-apa, selain hanya dosa dan dosa, akibat tidak memperhatikan aspek ini. Na’udzubillah min dzalik.
Oleh karenanya, hendaknya aspek ini dievaluasi. Bagaiamana selama ini kita bersosialisasi dengan masyarakat, bergaul dengan tetangga, beraktivitas dengan teman kerja, berakhlak di jalan raya, dan lain sebagainya? Jika terdapat aib atau cacat di sana, maka perbaikilah.
4. Aspek Da’wah ( الجانب الدعوي )
Aspek ini sesungguhnya sangat luas untuk dibicarakan. Karena menyangkut dakwah dalam segala aspek; sosial, politik, ekonomi, dan juga substansi dari da’wah itu sendiri mengajak orang pada kebersihan jiwa, akhlaqul karimah, memakmurkan masjid, menyempurnakan ibadah, mengklimakskan kepasrahan abadi pada Ilahi, banyak istighfar dan taubat dan lain-lain.
Tetapi yang cukup urgens dan sangat substansial pada muhasabah aspek da’wah ini yang perlu dievaluasi adalah, sudah sejauh mana pihak lain baik dalam skala fardi maupun jama’i, merasakan manisnya dan manfaat dari dakwah yang telah sekian lama dilakukan? Jangan sampai sebuah ‘jamaah’ dakwah kehilangan pekerjaannya yang sangat substansial, yaitu da’wah itu sendiri.
Muhasabah pada bidang da’wah ini jika dibreakdown dalam setiap sektor, juga akan menjadi lebih luas. Seperti evaluasi dakwah dalam bidang tarbiyah dan kaderisasi, evaluasi da’wah dalam bidang da’wah ‘ammah, evaluasi da’wah dalam bidang siyasi, dan seterusnya.
Pada intinya, da’wah harus dievaluasi, agar harakah da’wah tidak hanya menjadi simbol yang substansinya telah beralih pada sektor lain yang jauh dari nilai-nilai da’wah itu sendiri. Mudah–mudahan ayat di bawah ini menjadi bahan evaluasi bagi da’wah yang sama-sama kita lakukan : “Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik". (QS. Yusuf/ 12 : 108)
Waktu Muhasabah
Muhasabah (evaluasi diri) dapat dilakukan setiap hari, setiap minggu, setiap bulan, tri wulan, semeseter, tahunan, lima tahunan, sepuluh tahunan, dua puluh tahunan, dua puluh lima tahunan, dan seterusnya tergantung kebutuhan. Yang terbaik adalah evaluasi dalam segala kesempatan dimana kita dapat mengevaluasi.
Imam Syahid Hasan Al-Banna menyarankan agar kita mengevaluasi secara harian terhadap amal ibadah yang dilakukan secara harian pula. Karena diantara hikmahnya, agar setiap amal harian kita terstruktur dengan baik dan agar keesokan harinya kita bisa beramal lebih baik dari yang diamalkan hari ini atau hari kemarin. Namun evaluasi harian saja tidak akan cukup, tanpa adanya evaluasi mingguan. Evaluasi mingguanpun tidak akan sempurna tanpa evaluasi bulanan. Dan evaluasi bulanan juga tidak akan berarti banyak tanpa evaluasi tahunan, dan seterusnya. Muhasabah akan menentukan kembali arah yang akan dituju. Muhasabah juga akan membentuk seperti apa kita akan menjadikan diri kita. Dan muhasabah juga akan menjadikan format hidup kita lebih teratur dan pastinya lebih baik.
Penutup
            Alhasil, setelah kita melakukan muhasabah ternyata sangat sedikit waktu kita untuk beribadah kepada Allah SWT, dibandingkan dengan umur dan karunia-Nya yang diberikan setiap saat dan setiap waktu.
            Contoh gampangnya adalah shalat yang kita lakukan. Kita shalat lima waktu, jika satu waktu itu dihitung 5 menit, berarti sehari semalam hanya 25 menit. Dalam satu bulan (25 menit x 30 hari) berarti 750 menit atau 12,5 jam. Dalam satu bulan kta hanya membutuhkan waktu 12,5 jam atau setengah hari untuk melaksanakan shalat. Dalam satu tahun ada 12 bulan, berarti waktu shalat kita dalam 1 tahun adalah ½ (hari) x 12 (bulan) = 6 hari. Dalam setahun kita hanya membutuhkan waktu 6 hari untuk shalat. Jumlah hari dalam 1 tahun adalah 365 hari. Jika dikurangi 6 hari yang kita habiskan untuk shalat, sisanya adalah 359 hari. Jadi dalam setahun waktu yang tidak terpakai shalat 359 hari.
            Kalau kita berumur 60 tahun, jumlah waktu yang kita gunakan untuk shalat adalah 60 tahun (usia kita) dikurangi 15 tahun masa sebelum aqil baligh = 45 tahun. Ini berarti yang dihitung 6 hari (total waktu shalat satu tahun) x 45 (jumlah usia) = 270 hari. Jadi orang yang umurnya 60 tahun, waktu yang dihabiskan untuk shalat hanya 270 hari. Dari 60 tahun (21900 hari), kewajiban shalat hanya 270 hari, berarti 21900 dikurangi 270 hari = 21630 hari (yang tidak digunakan untuk shalat). Itulah shalat yang temporal dibalas oleh Allah dengan rahmat dan surge-Nya yang tak dapat diukur dengan waktu, bahkan dengan hitungan cahaya.
            Setelah menghitung itu semua, apakah pantas seseorang minta surga Allah…??? Maka Allah berfirman : “Udkhulu bi rahmati” (masuklah surga dengan rahmat-Ku). Bukan dengan amal kita, tapi dengan rahmat-Nya. Tapi mengapa Syara’ mengharuskan kita menggapai surga dengan amal ? Yang kita lakukan dengan Syari’at adalah untuk menggapai udkhulu bi rahmati tadi. Sebab tidak mungkin mendapatkannya tanpa amal shaleh, tanpa menjalankan perintah-Nya.
Wallahu a’lam bissawab…  


SUMBER 
MAJALAH RISYALAH SYADILIYAH


Charly setia band nyantri di pp syaichona cholil

https://youtu.be/2ELP8ewuNHc https://youtu.be/2ELP8ewuNHc